160 Hektare Rusak! Tambang Ilegal Bukit Soeharto Terbongkar

Redaksi

160 Hektare Rusak! Tambang Ilegal Bukit Soeharto Terbongkar
Sumber: Kompas.com

Penambangan ilegal di Bukit Soeharto, Kalimantan Timur, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat signifikan. Aktivitas penambangan yang berlangsung sejak 2016 hingga 2024 telah merusak lahan konservasi seluas 160 hektar, mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 5,7 triliun. Kerusakan ini menjadi sorotan setelah diungkap oleh Bareskrim Polri bersama instansi terkait.

Kerugian negara yang fantastis tersebut meliputi beberapa aspek. Pertama, deplesi batubara mencapai Rp 3,5 triliun.

Kedua, kerusakan hutan dan hilangnya nilai kayu diperkirakan mencapai Rp 1,95 triliun.

Ketiga, hilangnya penyerap karbon mengakibatkan kerugian sebesar Rp 137,87 miliar.

Terakhir, biaya pengendalian erosi yang dibutuhkan mencapai Rp 121 miliar.

Dampak Lingkungan yang Mengerikan

Penambangan ilegal ini tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial besar. Dampak lingkungannya sangat merusak dan meluas.

Hilangnya kawasan serapan karbon berdampak negatif pada iklim dan lingkungan sekitar. Bukit Soeharto, yang merupakan bagian dari kawasan konservasi Tahura IKN, juga mengalami kerusakan fungsi hidrologi dan penurunan keanekaragaman hayati.

Berdasarkan pantauan citra satelit, penambahan bukaan lahan akibat tambang ilegal ini mencapai 81,94 hektar dari tahun 2019 hingga 2024. Hal ini menunjukkan laju kerusakan yang sangat cepat, rata-rata sekitar 20 hektar per tahun.

Penambangan yang dilakukan secara sporadis dan tanpa perencanaan yang matang semakin memperparah kerusakan. Para penambang hanya mengeksploitasi lahan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.

Proses Penyelidikan dan Tersangka

Bareskrim Polri telah menetapkan tiga tersangka dari dua laporan berbeda terkait kasus ini.

Tersangka YH, CH, dan MH diduga terlibat dalam penambangan dan penjualan batubara ilegal dari Tahura Bukit Soeharto.

Batubara hasil tambang ilegal tersebut dikirim melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) ke Pelabuhan Surabaya.

Di Surabaya, batubara tersebut dikumpulkan, dikemas, dan dimasukkan ke dalam kontainer untuk diangkut.

Barang bukti yang disita cukup signifikan. Terdapat 351 kontainer batubara (248 di Tanjung Perak Surabaya dan 103 di KKT Balikpapan), tujuh unit alat berat, dan sejumlah dokumen terkait.

Hukuman dan Langkah Pencegahan

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Mereka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.

Kasus ini menjadi bukti pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat untuk mencegah penambangan ilegal.

Kerjasama antar instansi seperti Bareskrim Polri, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, Otorita IKN, Surveyor Indonesia, dan Polda Kalimantan Timur sangat krusial dalam mengungkap kasus ini.

Langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif perlu diterapkan untuk melindungi lingkungan dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Peningkatan pengawasan, teknologi deteksi, dan penegakan hukum yang lebih tegas merupakan kunci utama.

Kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak. Penting untuk selalu memprioritaskan kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial dalam setiap aktivitas ekonomi, termasuk kegiatan pertambangan.

Also Read

Tags

Topreneur