Perselisihan kepemilikan empat pulau di perairan Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara kembali memanas. Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk segera mengembalikan keempat pulau tersebut ke Provinsi Aceh.
Desakan ini muncul menyusul keputusan Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tertanggal 25 April 2025. Keputusan tersebut secara administratif menetapkan keempat pulau – Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek – sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Polemik Kepemilikan Empat Pulau di Aceh Singkil
Sengketa kepemilikan empat pulau di perairan Aceh Singkil telah berlangsung lama. Kedua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara, sama-sama mengklaim kepemilikan atas pulau-pulau tersebut.
Pemerintah Aceh secara konsisten berupaya untuk mengembalikan status keempat pulau tersebut ke wilayah Aceh. Berbagai bukti kepemilikan telah diajukan, namun hingga kini belum membuahkan hasil yang diinginkan.
Desakan Mengembalikan Pulau-Pulau ke Aceh
Nazaruddin Dek Gam, Ketua MKD DPR RI, secara tegas mengkritik keputusan Kemendagri. Ia menilai keputusan tersebut keliru dan harus segera dibatalkan.
Nazaruddin menekankan bahwa penduduk keempat pulau tersebut sejak dulu telah tercatat sebagai warga Aceh, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh. Hal ini menjadi bukti kuat kepemilikan Aceh atas pulau-pulau tersebut.
Ia khawatir keputusan ini dapat memicu konflik antara Aceh dan Sumatera Utara. Apalagi, menurutnya, Aceh memiliki bukti kepemilikan yang sangat kuat dan memadai.
Bukti Kepemilikan Aceh
Bukti-bukti kepemilikan Aceh atas keempat pulau tersebut beragam. Tidak hanya berdasarkan KTP penduduk, tetapi juga didukung oleh bukti-bukti fisik dan dokumen resmi.
Diantaranya adalah infrastruktur fisik di pulau-pulau tersebut, dokumen kepemilikan tanah, dan foto-foto pendukung yang menunjukkan bukti fisik keberadaan Aceh di sana. Terdapat pula peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara tahun 1992 yang disaksikan oleh Mendagri.
Peta tersebut secara jelas menunjukkan garis batas laut yang menempatkan keempat pulau tersebut di wilayah Aceh. Bukti-bukti ini menurut Nazaruddin Dek Gam cukup kuat untuk membantah klaim Sumatera Utara.
Proses Verifikasi dan Pertemuan Sebelumnya
Proses verifikasi atas kepemilikan keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum tahun 2022. Pemerintah Aceh bersama tim dari Kemendagri telah melakukan peninjauan lapangan.
Pemerintah Sumatera Utara, Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Aceh Singkil turut dilibatkan dalam proses verifikasi tersebut. Proses ini termasuk penyerahan berbagai bukti otentik dari Pemerintah Aceh.
Meskipun sudah melewati berbagai proses verifikasi dan pertemuan, namun keputusan Kemendagri tetap menetapkan keempat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara. Hal ini yang menjadi dasar desakan keras dari Nazaruddin Dek Gam.
Ke depan, perlu adanya kajian ulang atas keputusan Kemendagri. Perlu pertimbangan yang lebih matang dan memperhatikan bukti-bukti kuat yang telah diajukan Pemerintah Aceh. Penyelesaian sengketa ini diharapkan dapat dilakukan secara adil dan bijaksana, menghindari potensi konflik antar provinsi.
Langkah selanjutnya yang dibutuhkan adalah mediasi dan negosiasi yang lebih intensif antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara, dengan melibatkan Kemendagri sebagai mediator untuk mencapai solusi yang adil dan diterima kedua belah pihak.