Topreneur Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kebijakan Local Currency Settlement (LCS) bukanlah bentuk penolakan terhadap dolar AS. BI menjelaskan bahwa kebijakan ini diterapkan secara strategis untuk mengurangi ketergantungan ekonomi domestik terhadap dolar AS.
Kepala Grup Review dan Strategi Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, R. Triwahyono, mengungkapkan bahwa kebijakan LCS telah berhasil mengurangi ketergantungan rupiah terhadap dolar. Atas keberhasilan ini, BI berencana mengembangkan LCS menjadi Local Currency Transaction (LCT).
Meskipun demikian, Triwahyono menekankan bahwa penggunaan dolar tetap berjalan sebagai mata uang internasional dalam transaksi perdagangan global. "Sebenarnya, transaksi perdagangan ekspor impor, investasi, dan sebagainya antara Indonesia dan Amerika Serikat bukanlah yang terbesar. Namun, penggunaan mata uangnya mayoritas menggunakan dolar AS," terang Triwahyono dalam sesi diskusi di UOB Economic Outlook 2025, Rabu (25/9/2024).
Triwahyono menegaskan bahwa kebijakan LCS bukanlah implementasi dedolarisasi atau pelepasan ketergantungan terhadap dolar AS. "Ini bukan dedolarisasi dan anti dolar. Artinya, kita tidak akan bertransaksi dengan Amerika Serikat dengan mata uang selain dolar," jelasnya.
Lebih lanjut, Triwahyono menjelaskan bahwa kebijakan LCS hanya bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pasar domestik terhadap dolar AS. "Pasalnya, transaksi perdagangan kita dengan negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand berdampak pada pasar domestik kita, meningkatkan permintaan terhadap dolar AS. Permintaan ini tidak perlu terjadi jika kita bisa bertransaksi dengan mata uang lokal, meskipun tujuannya bukan transaksi dengan Amerika Serikat," jelas Triwahyono.