BPP HIPMI: Solusi Bijak Atasi Polemik Tambang Indonesia

Redaksi

Polemik seputar industri pertambangan di Indonesia kembali mencuat, khususnya setelah sorotan terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Situasi ini memicu beragam reaksi, mulai dari kekhawatiran akan dampak lingkungan hingga penegasan peran penting sektor ini bagi perekonomian nasional.

Di tengah pro dan kontra tersebut, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyerukan bijak menyikapi polemik ini. Mereka mengingatkan agar Indonesia tidak terpengaruh narasi-narasi negatif dari pihak asing yang berpotensi merugikan.

Klaim Framing Negatif dari Pihak Asing

Sekretaris Jenderal BPP Hipmi, Anggawira, menyoroti isu lingkungan dalam pertambangan kerap kali dimanfaatkan sebagai alat tekanan oleh aktor asing. Ia memperingatkan bahwa framing negatif ini dapat merusak citra investasi Indonesia, daya saing, dan stabilitas kebijakan hilirisasi.

Anggawira, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo), menekankan pentingnya kedaulatan Indonesia atas narasi pengelolaan sumber daya alamnya sendiri. Indonesia, tegasnya, tidak boleh didikte oleh opini luar.

Ia menyayangkan praktik double standard, di mana negara lain yang menerapkan praktik pertambangan yang jauh dari prinsip keberlanjutan justru ikut mengkritik Indonesia.

Peran Strategis Pertambangan di Era Transisi Energi

Anggawira menegaskan, industri pertambangan tak lagi bisa dipandang sebagai aktivitas ekonomi konvensional. Pertambangan, khususnya komoditas seperti nikel dan tembaga, kini berperan krusial dalam rantai pasok global untuk teknologi masa depan.

Ia mencontohkan peran penting nikel dan tembaga dalam produksi baterai, kendaraan listrik, energi bersih, dan proses digitalisasi global. Kontribusi Indonesia di sektor ini, menurutnya, sangat vital bagi dunia.

Kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian Indonesia juga signifikan. Sektor ini menyumbang 6-7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menciptakan ratusan ribu lapangan kerja, dan memberikan pemasukan negara yang terus meningkat melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan royalti.

Tantangan Regulasi dan Pentingnya Penegakan Hukum

Meskipun pemerintah telah berupaya memperkuat tata kelola pertambangan melalui Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, Anggawira menyebut tantangan utama justru terletak pada penegakan hukum, konsistensi, dan transparansi.

Ia menekankan perlunya pertambangan yang legal, berkelanjutan, dan modern. Pemerintah, menurutnya, harus tegas dalam menindak pelanggaran, namun juga melindungi dan memberikan insentif bagi perusahaan yang patuh hukum.

Sebagai contoh perusahaan tambang yang telah berhasil mengimplementasikan praktik berkelanjutan dan ramah lingkungan antara lain PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Merdeka Copper Gold Tbk, PT Vale Indonesia, PT Freeport Indonesia, dan PT Bukit Asam (PTBA).

Lebih dari 30 perusahaan tambang bahkan telah menerima penghargaan PROPER Hijau dan Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan komitmen sejumlah perusahaan tambang untuk beroperasi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Kesimpulannya, perdebatan seputar pertambangan di Indonesia membutuhkan pendekatan yang seimbang dan berimbang. Perlu mempertimbangkan peran vital sektor ini bagi perekonomian nasional dan transisi energi global, serta menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Penegakan hukum yang konsisten dan transparansi menjadi kunci utama dalam mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Also Read

Tags

Topreneur