Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan hasil evaluasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia. Dari total 1.091 BUMD, sebanyak 678 menghasilkan laba, sementara 300 lainnya mengalami kerugian, dan 113 BUMD belum melaporkan data keuangan terakhirnya. Informasi ini disampaikan Tito dalam rapat kerja di Komisi II DPR pada Rabu (16/7).
Kerugian yang dialami 300 BUMD tersebut mencapai angka yang cukup signifikan, yaitu Rp5,5 triliun. Meskipun demikian, total aset seluruh BUMD di Indonesia mencapai Rp1.240 triliun, dengan total laba Rp29,6 triliun dan dividen Rp12,02 triliun. Perbedaan kinerja yang signifikan ini menunjukkan disparitas yang cukup besar dalam pengelolaan BUMD di berbagai daerah.
Sebagian besar BUMD yang merugi berasal dari sektor aneka usaha. Hal ini mengindikasikan potensi masalah dalam strategi bisnis dan manajemen di sektor tersebut. Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam dan memberikan pendampingan intensif kepada BUMD yang mengalami kerugian agar kinerja keuangan mereka membaik.
Analisis Kinerja BUMD Berdasarkan Sektor
Tito Karnavian menjelaskan bahwa BUMD yang paling banyak menghasilkan laba berasal dari sektor perusahaan air minum daerah (PDAM) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini dikarenakan PDAM dan BPR cenderung memiliki posisi monopoli atau dominasi di daerah masing-masing. Kondisi ini memberikan stabilitas pendapatan yang lebih terjamin dibandingkan dengan BUMD di sektor lainnya.
Sebagai contoh, PT BPD Jabar dan Banten tercatat sebagai BUMD dengan laba tertinggi, yaitu Rp678 miliar. Di sisi lain, PT BPR BKK Wonosobo mencatatkan laba terendah, hanya sebesar Rp1 juta. Perbedaan yang sangat signifikan ini menunjukkan pentingnya strategi bisnis yang tepat dan manajemen yang efektif dalam mengelola BUMD.
Perlu Optimalisasi dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Temuan ini menunjukkan perlunya optimalisasi pengelolaan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap BUMD di Indonesia. Pemerintah perlu mendorong implementasi good corporate governance (GCG) secara konsisten di seluruh BUMD, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional. Selain itu, perlu ada pelatihan dan pembinaan bagi manajemen BUMD, khususnya di sektor aneka usaha yang masih mengalami kendala.
Diversifikasi usaha juga perlu dipertimbangkan untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tertentu. BUMD perlu mengembangkan strategi bisnis yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan lingkungan bisnis. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan dan kontribusi BUMD bagi perekonomian daerah.
Pemerintah juga perlu memperkuat pengawasan dan evaluasi kinerja BUMD secara berkala. Evaluasi tersebut harus mencakup aspek keuangan, operasional, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberikan pembinaan dan sanksi kepada BUMD yang berkinerja buruk.
Dengan demikian, diharapkan kinerja BUMD di Indonesia dapat terus meningkat dan memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian daerah dan nasional. Peningkatan kinerja BUMD ini akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
“Dari jumlah BUMD tersebut 678 BUMD memperoleh laba, 300 BUMD rugi. Ada 113 belum laporkan data terakhir, sebagian besar BUMD yang mengalami kerugian berasal dari sektor aneka usaha,” kata Tito.
Sebaran BUMD berdasarkan kepemilikan adalah 172 BUMD milik provinsi, 714 milik kabupaten, dan 205 milik kota. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar BUMD dimiliki oleh pemerintah kabupaten. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam strategi pengembangan dan pengawasan BUMD kedepannya.







