Film Pembantaian Dukun Santet: Kontroversi Horor yang Mengguncang Jatim

Redaksi

Film Pembantaian Dukun Santet: Kontroversi Horor yang Mengguncang Jatim
Sumber: Pikiran-rakyat.com

Film horor “Pembantaian Dukun Santet”, karya sutradara Azhar Kinoi Lubis dan produksi MD Pictures, siap tayang 8 Mei 2025. Film ini mengisahkan tragedi Banyuwangi 1998, membuatnya menjadi topik yang menarik perhatian sekaligus kontroversi. Banyak yang menantikan film ini sebagai upaya mengingat sejarah kelam Indonesia. Namun, juga muncul kekhawatiran akan potensi komersialisasi trauma masa lalu. Seberapa jauhkah kisah kekerasan ini pantas diangkat ke layar lebar?

Tragedi Banyuwangi 1998 bukan sekadar peristiwa kriminal biasa. Ini adalah catatan hitam sejarah yang menorehkan pembunuhan ratusan orang, sebagian besar dituduh sebagai dukun santet.

Ironisnya, banyak korban adalah tokoh masyarakat seperti guru ngaji, kiai, dan tetua adat. Peristiwa ini terjadi di masa transisi pascareformasi yang rawan konflik dan saling curiga.

Luka yang Belum Kering

Kekerasan massa yang hampir tanpa pertanggungjawaban hukum ini menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat Banyuwangi. Luka kolektif ini masih terasa hingga kini.

Bagi para penyintas dan keluarga korban, film ini berpotensi membuka kembali luka lama. Mereka khawatir penggambaran dramatis dan unsur horor akan memperparah trauma yang telah mereka alami.

Kekhawatiran dari Banyuwangi

Banyuwangi, sebagai destinasi wisata, menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka ingin menjaga citra daerah.

Di sisi lain, ada tanggung jawab untuk tidak melupakan sejarah kelam ini. Denny Sun’anudin, Ketua DPC PARFI Banyuwangi, menyatakan kekhawatirannya akan potensi penguatan stigma negatif terhadap masyarakat lokal.

Senada dengan itu, Dewan Kesenian Blambangan juga menyoroti potensi penyederhanaan cerita. Mereka berharap film ini tidak hanya menyoroti unsur mistis, tetapi juga mengungkap akar permasalahan sosial dan politik peristiwa tersebut.

Antara Hiburan dan Ingatan

Film “Pembantaian Dukun Santet” berpotensi menjadi sarana edukasi atau justru eksploitasi. Film dapat menjangkau generasi muda untuk mempelajari sejarah.

Namun, tanpa pendekatan yang bertanggung jawab, film dapat menyesatkan publik. Sutradara Azhar Kinoi Lubis mengklaim telah melakukan riset dan menampilkan perspektif korban.

Ia menekankan tujuannya adalah membangun kesadaran, bukan sekadar menjual ketakutan. Akan tetapi, promosi dan cuplikan film yang beredar masih terkesan lebih menjual unsur horor.

Minimnya dokumentasi resmi dan melimpahnya narasi lokal membuat peristiwa ini rentan disalahpahami. Upaya artistik yang tidak hati-hati bisa mengaburkan kebenaran.

Film ini berisiko memperkuat mitos, menggantikan fakta dengan fiksi, dan memperburuk pemahaman sejarah yang sudah bias.

Menantang Narasi Arus Utama

Tragedi pembantaian dukun santet memiliki catatan sejarah yang minim. Kurangnya dokumentasi resmi dan beragamnya narasi lokal menjadikan interpretasi peristiwa ini sangat rentan.

Oleh karena itu, film ini harus sangat hati-hati dalam menyajikan kisah tersebut agar tidak memperburuk situasi dan justru menciptakan pemahaman sejarah yang salah.

Lebih dari Sekadar Film

Film “Pembantaian Dukun Santet” lebih dari sekadar film horor. Ini adalah ujian bagi perfilman Indonesia.

Mampukah perfilman Indonesia mengangkat sejarah dengan empati dan integritas, atau malah mengkomodifikasi luka kolektif bangsa? Jawabannya akan terlihat setelah film ini tayang.

Trailer film sudah tersedia di YouTube MD Pictures. Sebelum menonton, sebaiknya pahami konteks sejarah tragedi ini agar dapat menikmati film dengan lebih bermakna dan merenungkan peristiwa kelam tersebut.

Also Read

Tags

Topreneur