Timnas Indonesia menghadapi tantangan besar di babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. Pertandingan ini sangat krusial, menuntut fokus dan pengendalian emosi yang maksimal dari seluruh pemain.
Supriyono Prima, mantan pemain Timnas Indonesia sekaligus pengamat sepak bola, menekankan pentingnya mengontrol reaksi psikologis dan fisiologis di lapangan. Ia menyoroti kebiasaan negara-negara Arab yang seringkali memancing emosi lawan sebagai strategi permainan.
Indonesia, sebagai satu-satunya negara non-Arab di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 (bersama Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Irak, dan Oman), harus mewaspadai taktik ini. Supriyono mengingatkan pentingnya pengalaman melawan tim-tim dari Timur Tengah, seperti Bahrain, yang dikenal dengan permainan tricky dan provokatif.
“Lolos babak empat adalah momentum bagus meski lawan tim dari timur tengah. Tapi yang harus diperhatikan adalah hal-hal seperti lawan Bahrain. Mereka tricky, suka provokasi. Artinya setiap pemain hanya perlu berpikir untuk menang dan lolos,” tegas Supriyono.
Lebih dari sekadar strategi taktikal dan fisik, Supriyono menekankan pentingnya mentalitas pemenang, terutama bagi para pemain belakang. Membangun kembali kepercayaan diri setelah kekalahan dari Jepang menjadi prioritas utama. Pengendalian emosi menjadi kunci agar tidak terpancing provokasi lawan.
“Artinya mentalitas pemenang harus dibangun. Tidak mudah menaikkan psikologis setelah kalah dari Jepang. Kita masih punya waktu beberapa bulan. Pemain harus kontrol emosi. Mereka suka provokasi, bisa dibilang lebay. Tapi hal seperti itu tidak boleh memancing pemain kita terutama pemain belakang,” ujar Supriyono.
Supriyono menggunakan peribahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” untuk menggambarkan betapa pentingnya pengendalian diri. Satu kesalahan kecil akibat terpancing emosi dapat berakibat fatal dan merugikan peluang Timnas Indonesia menuju Piala Dunia.
Ia menambahkan, “Ketika terpancing, saya khawatir kita mudah dieksploitasi. Kontrol emosi penting dan kita perlu kedewasaan. Ini bukan fase mudah, ini fase krusial. Sekali gagal, kita harus tunggu lagi momentum yang entah kapan.” Tantangan ini, menurutnya, membutuhkan kedewasaan dan fokus yang tinggi dari seluruh anggota tim.
Selain strategi di lapangan, persiapan mental dan psikologis juga sangat penting. Tim pelatih perlu memberikan perhatian ekstra pada aspek ini, terutama untuk para pemain inti yang berperan vital dalam lini pertahanan. Mereka harus mampu menjaga ketenangan dan fokus pada permainan, terlepas dari segala bentuk provokasi yang mungkin dilakukan lawan.
Keberhasilan Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026 sangat bergantung pada kemampuan pemain untuk mengendalikan emosi dan fokus pada tujuan utama, yaitu meraih kemenangan. Kesalahan sekecil apapun akibat kehilangan kendali emosi dapat berdampak besar pada hasil akhir pertandingan.
Kesimpulannya, perjalanan Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026 membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan teknis. Pengendalian emosi, mentalitas yang kuat, dan kesiapan mental yang matang akan menjadi faktor penentu kesuksesan tim di babak kualifikasi yang krusial ini.