Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan bahwa fenomena kloter gado-gado, atau kloter haji yang berisi jamaah dari berbagai perusahaan penyelenggara ibadah haji (PPIH) berbeda, masih akan terjadi hingga menjelang puncak haji tahun ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI pada Senin (19/5/2025).
Meskipun demikian, Hilman memastikan pemerintah telah berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi untuk memastikan kelancaran proses masuk jamaah haji ke Makkah. Khususnya, untuk mengatasi potensi kendala di titik pemeriksaan yang membutuhkan verifikasi kartu Nusuk dan pendampingan dari PPIH.
Kloter Gado-Gado dan Upaya Pemerintah
Hilman menjelaskan bahwa pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir dampak dari kloter gado-gado. Bahkan, ia menyebutkan kemungkinan adanya “kloter Sapu Jagat” yang akan menggabungkan jamaah dari berbagai provinsi.
Ia berharap, dengan penanganan yang tepat, sebagian besar jamaah dapat tetap menjalankan ibadah haji dengan lancar. Meskipun demikian, tantangan tetap ada, terutama jelang puncak haji.
Penyebab utama munculnya kloter gado-gado adalah keterlambatan penerbitan visa jamaah haji Indonesia. Hal ini memaksa banyak jamaah untuk menunda keberangkatan dan bergabung dengan kloter lain yang sudah berangkat.
Akibatnya, beberapa kloter berangkat dengan jamaah dari berbagai PPIH berbeda. Ini tentu saja menimbulkan sejumlah kendala dalam hal koordinasi dan pelayanan.
PPIH Terbitkan Edaran Penggabungan Keluarga
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah mengeluarkan surat edaran untuk mengatasi masalah pemisahan keluarga jamaah haji Indonesia. Edaran tersebut diterbitkan pada Sabtu, 17 Mei 2025, dan ditandatangani oleh Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi.
Surat edaran ini bertujuan untuk memastikan kenyamanan dan kemaslahatan jamaah, terutama pasangan suami istri, anak dan orangtua, serta jamaah lansia/disabilitas dan pendampingnya. Pemisahan keluarga ini terjadi akibat kebijakan layanan haji berbasis syarikah di Makkah.
Kebijakan layanan haji berbasis syarikah di Makkah memang tidak dapat dihindari. Namun, di Madinah, penempatan jamaah masih berdasarkan kloter kedatangan dari Indonesia.
Kerjasama dan Penyelesaian Masalah Pemisahan Keluarga
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bersama delapan syarikah telah menyetujui penggabungan kembali pasangan yang terpisah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kemanusiaan, tanpa mempersoalkan perbedaan syarikah.
Ketua Kloter diminta mendata jamaah yang terpisah dan melaporkan kepada sektor untuk diproses oleh Daker Makkah. Data ini mencakup nama jemaah dan identitas syarikah masing-masing.
Jamaah yang sudah bergabung kembali namun belum melapor secara resmi juga diwajibkan untuk melapor. Hal ini penting agar keberadaan mereka tercatat dan tidak menimbulkan kendala saat perjalanan ke Arafah.
Kepala Daker Mekkah dan seluruh Kepala Sektor diminta menunjuk penanggung jawab khusus untuk menangani penggabungan pasangan jamaah. Koordinasi efektif dan respon cepat sangat diperlukan.
Proses penggabungan pasangan jamaah yang terpisah ditargetkan selesai dalam waktu maksimal 24 jam setelah kedatangan di Makkah. Hal ini merupakan upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari keterlambatan visa dan kebijakan berbasis syarikah.
Kejadian kloter gado-gado ini menjadi pembelajaran penting dalam penyelenggaraan haji. Perbaikan sistem dan koordinasi yang lebih baik sangat krusial untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Koordinasi yang baik antara Kemenag, PPIH, dan otoritas Arab Saudi menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan haji yang aman dan nyaman bagi seluruh jamaah.