Optimisme pasar terhadap kesepakatan perdagangan AS-China turut mewarnai pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu pagi. Meskipun adanya sentimen positif tersebut, IHSG justru dibuka dengan pelemahan.
Pelemahan ini menjadi sorotan di tengah harapan tinggi akan hasil negosiasi lanjutan antara kedua negara adidaya tersebut. Mari kita telusuri lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan IHSG dan perkembangan negosiasi AS-China.
IHSG Melemah di Tengah Optimisme AS-China
Pada pembukaan perdagangan Rabu pagi, IHSG terpantau melemah 16,15 poin atau 0,22 persen, menutup sesi awal di posisi 7.214,59.
Indeks LQ45, yang mewakili 45 saham unggulan, juga mengalami penurunan sebesar 4,88 poin atau 0,60 persen, berada di level 807,92.
Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas memprediksi penguatan IHSG akan terbatas pada hari tersebut. Hal ini mencerminkan dinamika pasar yang masih cukup fluktuatif.
Negosiasi Dagang AS-China: Harapan dan Realita
Negosiasi lanjutan antara AS dan China di London menjadi pusat perhatian pelaku pasar global. Pertemuan para pejabat tinggi kedua negara ini diharapkan mampu menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan optimisme terkait jalannya pembicaraan. Ia berharap negosiasi selesai pada Selasa malam, namun siap berlanjut hingga Rabu jika diperlukan.
Delegasi AS akan kembali ke Washington DC untuk mendapatkan persetujuan Presiden Donald Trump terhadap kerangka kerja yang telah dinegosiasikan. Proses ini tentu akan mempengaruhi dinamika pasar selanjutnya.
Data inflasi AS periode Mei 2025 juga menjadi faktor yang diperhatikan. Ekspektasi inflasi sebesar 0,2 persen (mtm) atau 2,5 persen (yoy) akan berpengaruh terhadap kebijakan suku bunga The Fed.
Inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi dapat membatasi ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga acuan. Ini akan berdampak pada investasi global, termasuk di Indonesia.
Dampak Negosiasi AS-China terhadap Pasar Domestik
Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan negosiasi tarif dengan AS, yang dianggap sesuai dengan keinginan Presiden Trump. Hal ini menghilangkan kebutuhan untuk negosiasi tarif resiprokal putaran kedua.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengkonfirmasi hal tersebut. Kepastian ini diharapkan dapat memberikan stabilitas pada perekonomian Indonesia.
Cadangan devisa Indonesia pada Mei 2025 tetap stabil di level 152,5 miliar dolar AS. Stabilitas ini menjadi faktor pendukung bagi perekonomian domestik.
Bank Indonesia (BI) melaporkan angka tersebut, menunjukkan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia. Ketahanan cadangan devisa ini penting untuk menghadapi gejolak ekonomi global.
Pergerakan bursa saham Eropa pada Selasa lalu menunjukkan reaksi beragam terhadap negosiasi AS-China. Tingkat pengangguran di Inggris pada April 2025 tercatat 4,6 persen, naik dari 4,5 persen pada Maret 2025.
Indeks Stoxx 600 turun tipis 0,02 persen, indeks DAX Jerman melemah 0,77 persen, sementara FTSE Inggris menguat 0,24 persen. Hal ini menunjukkan keragaman respon pasar terhadap berbagai faktor ekonomi.
Bursa saham AS di Wall Street ditutup menguat pada Selasa (10/6/2025), didorong oleh optimisme terhadap negosiasi AS-China. Indeks Dow Jones naik 0,25 persen, S&P 500 menguat 0,55 persen, dan Nasdaq Composite naik 0,63 persen.
Bursa saham regional Asia menunjukkan pergerakan yang beragam pada Rabu pagi. Nikkei menguat 0,50 persen, Shanghai naik 0,61 persen, dan Hang Seng menguat 0,72 persen. Sebaliknya, Strait Times melemah 0,44 persen.
Secara keseluruhan, pergerakan IHSG dan pasar global mencerminkan kompleksitas dinamika ekonomi internasional. Optimisme terhadap negosiasi AS-China bercampur dengan berbagai faktor lain, menghasilkan fluktuasi yang perlu dipantau secara cermat oleh investor.