Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri baja hijau global. Langkah ini tidak hanya sejalan dengan upaya dekarbonisasi global, tetapi juga membuka peluang emas di pasar ekspor yang semakin haus akan produk berkelanjutan. Potensi ini didukung oleh posisi Indonesia sebagai salah satu penghasil baja terbesar di Asia Tenggara dan eksportir baja terbesar keempat dunia pada tahun 2023.
Potensi Baja Hijau Indonesia: Antara Peluang dan Tantangan
Indonesia, dengan kapasitas produksi baja mencapai 16 juta ton pada 2023 dan proyeksi mencapai 33-35 juta ton pada 2030, memiliki modal kuat untuk menjadi pusat produksi baja hijau. Langkah beberapa perusahaan besar seperti PT Gunung Raja Paksi dan PT Krakatau Posco yang beralih ke teknologi lebih bersih semakin memperkuat potensi ini. Mereka telah menunjukkan komitmen terhadap praktik produksi yang ramah lingkungan.
Peralihan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengambil peran penting dalam rantai pasok global industri baja hijau. Namun, perjalanan menuju dominasi tersebut tidaklah mudah.
Hambatan Menuju Dominasi Baja Hijau
Tantangan utama yang dihadapi adalah harga baja hijau yang lebih tinggi dibandingkan produk konvensional. Hal ini membuat daya saing baja hijau di pasar domestik menjadi kurang optimal. Persaingan yang tidak adil juga muncul dari produk baja impor yang belum memenuhi standar lingkungan.
Ketidaksesuaian standar Indonesia dengan standar internasional juga menjadi kendala. Fragmentasi kebijakan terkait industri hijau di Indonesia juga perlu diatasi. Kurangnya kerangka kebijakan yang komprehensif menghalangi perkembangan ekosistem pendukung industri baja hijau, berbeda dengan India yang telah memiliki *green steel taxonomy*.
Penggunaan energi yang masih bergantung pada batu bara juga merupakan tantangan signifikan dalam proses dekarbonisasi. Hal ini memerlukan inovasi dan investasi besar dalam sumber energi terbarukan untuk mendukung produksi baja hijau.
Strategi Menuju Industri Baja Hijau yang Berkelanjutan
Untuk mengatasi hambatan tersebut, beberapa strategi perlu diimplementasikan. Pertama, pemerintah perlu memperkuat kebijakan terintegrasi untuk industri hijau. Kebijakan ini harus mencakup insentif, regulasi yang jelas, dan dukungan pendanaan bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau.
Kedua, harmonisasi standar dan sertifikasi industri hijau perlu dilakukan agar produk Indonesia diakui secara internasional. Standar yang jelas dan konsisten akan meningkatkan kepercayaan pasar dan daya saing produk baja hijau Indonesia di pasar global. Ketiga, pengembangan ekosistem permintaan terhadap produk hijau sangat penting. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye edukasi publik dan kerjasama dengan sektor swasta dan publik untuk mempromosikan penggunaan baja hijau.
Penting untuk membangun infrastruktur pendukung, termasuk akses ke pembiayaan yang terjangkau dan teknologi yang tepat guna, untuk mendorong transisi ke industri baja hijau. Hal ini mencakup pelatihan tenaga kerja agar mampu mengoperasikan teknologi baru dan memahami standar lingkungan yang ketat.
Dekarbonisasi industri besi dan baja menjadi sangat penting karena permintaan global terhadap produk dan jasa industri hijau terus meningkat. Permintaan ini berasal dari sektor publik dan swasta di negara-negara maju yang semakin memperhatikan cara produksi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kemampuan Indonesia untuk memenuhi permintaan global akan baja hijau akan menentukan keberhasilannya dalam mendominasi pasar global. Keberhasilan ini bergantung pada komitmen pemerintah, industri, dan masyarakat untuk berinvestasi dalam teknologi hijau dan membangun ekosistem yang mendukung transisi ke industri baja hijau yang berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, tetapi dibutuhkan strategi yang terintegrasi dan komprehensif untuk merealisasikan potensi tersebut.