Topreneur – Italia, negara yang terkenal dengan mobil sport bermesin bensin, menolak untuk buru-buru beralih ke mobil listrik. Menteri Energi Italia, Gilberto Pichetto Fratin, bahkan meminta Uni Eropa untuk meninjau kembali larangan penjualan mobil bermesin bensin pada tahun 2035.
"Larangan itu harus diubah," tegas Fratin di Forum Ambrosetti di Cernobbio, Italia. Ia menganggap keputusan Uni Eropa tersebut "tidak masuk akal" dan didasari oleh "visi ideologis". Fratin juga menyoroti bahwa rencana tersebut tidak realistis mengingat perlambatan industri otomotif Eropa.
Partai Liga, yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini, bahkan siap mengajukan undang-undang untuk memaksa pemerintah Perdana Menteri Giorgia Meloni untuk membatalkan larangan tersebut.
Meskipun menolak larangan total, baik Liga Salvini maupun Fratin menegaskan bahwa mereka tidak menentang pengembangan dan produksi mobil listrik. Namun, mereka menginginkan mobil listrik menjadi bagian dari bauran sistem propulsi otomotif yang lebih luas.
Pernyataan pejabat Italia ini muncul di tengah kabar buruk yang melanda industri otomotif Eropa. Penjualan Stellantis NV di Italia menurun dan perusahaan berencana mengurangi jumlah pekerja. Volkswagen AG juga mempertimbangkan untuk menutup pabrik di Jerman untuk pertama kalinya dalam 87 tahun sejarahnya.
Luca de Meo, kepala eksekutif Renault SA Prancis, mengungkapkan bahwa produsen mobil Eropa bisa didenda hingga 15 miliar euro (sekitar USD16,6 miliar) jika tidak dapat memenuhi target iklim Uni Eropa akibat perlambatan penjualan mobil listrik.
Langkah Italia ini menunjukkan bahwa peralihan ke mobil listrik tidaklah semudah yang dibayangkan. Tantangan ekonomi, industri, dan politik masih menghantui transisi menuju kendaraan ramah lingkungan.