Kecelakaan maut kembali terjadi di Sumatera Barat. Sebuah bus ALS (Antar Lintas Sumatera) terguling di dekat Terminal Bukit Surungan, Padang Panjang, pada Selasa (6/5/2025), menewaskan 12 orang. Insiden ini menyoroti masalah berulang kecelakaan bus di Indonesia, yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Dugaan awal penyebab kecelakaan adalah rem blong. Bus yang melaju dari Bukittinggi menuju Padang diduga mengalami kegagalan fungsi pengereman sebelum terbalik di dekat simpang Terminal Busur.
Rem Blong dan Izin Operasi yang Bermasalah
Kasat Lantas Polres Padang Panjang, Iptu Jamaluddin, mengkonfirmasi bahwa bus ALS tersebut diduga mengalami rem blong. Hal ini diperkuat dengan temuan bahwa bus tersebut ternyata beroperasi tanpa izin.
Plt Dirjen Perhubungan Darat, Ahmad Yani, menyatakan berdasarkan data Aplikasi Mitra Darat, bus ALS tersebut memang tidak memiliki izin operasi. Masa uji berkala kendaraannya pun hanya berlaku hingga 14 Mei 2025.
Faktor Kompleks Kecelakaan Bus di Indonesia
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menjelaskan kompleksitas penyebab kecelakaan bus dan truk di Indonesia.
Menurutnya, masalahnya bukan hanya pada kondisi kendaraan, namun juga meliputi faktor pengemudi, serta sistem pembinaan dan penindakan yang belum optimal.
Temuan KNKT: Kelelahan Pengemudi dan Rem Blong Dominan
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah melakukan investigasi terhadap sejumlah kecelakaan sejak 2015. Hasilnya menunjukkan beberapa faktor berkontribusi, termasuk kondisi kendaraan yang tidak laik jalan.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah kelelahan pengemudi, kondisi kesehatan pengemudi, dan lemahnya pembinaan serta penindakan di sektor transportasi darat.
KNKT mencatat angka yang mengkhawatirkan. Rasio jumlah pengemudi terhadap jumlah kendaraan beroperasi sudah masuk zona berbahaya. Kemampuan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan juga dinilai rendah.
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan berdasarkan data KNKT, 84 persen kecelakaan disebabkan oleh kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kurangnya waktu istirahat menjadi penyebab utama kelelahan pengemudi.
Kegagalan sistem pengereman bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari kondisi kendaraan yang buruk hingga ketidakmampuan pengemudi mengoperasikannya dengan baik.
Djoko menekankan pentingnya kompetensi pengemudi yang komprehensif. Bukan hanya keahlian mengemudi dan pengetahuan rambu lalu lintas, namun juga kepribadian dan sikap yang baik, sehingga keselamatan penumpang diutamakan.
Solusi Jangka Panjang: Peningkatan Regulasi dan Pembinaan
Perlu ada peningkatan regulasi yang melindungi pengemudi, memastikan waktu kerja, istirahat, dan libur yang cukup. Hal ini penting untuk mencegah kelelahan dan risiko microsleep saat mengemudi.
Selain itu, pembinaan dan penindakan yang lebih ketat terhadap perusahaan otobus dan pengemudi juga krusial. Peningkatan kualitas perawatan kendaraan dan pengawasan berkala juga sangat dibutuhkan.
Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan otobus, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan kecelakaan serupa dapat diminimalisir dan keselamatan penumpang dapat lebih terjamin. Ini membutuhkan komitmen bersama untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan bertanggung jawab.
Tragedi kecelakaan bus ALS di Padang Panjang menjadi pengingat penting betapa krusialnya keselamatan di sektor transportasi darat. Perbaikan menyeluruh, mulai dari regulasi, pengawasan, hingga kesadaran pengemudi, sangat dibutuhkan untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan.