Presiden AS Donald Trump pernah menyatakan bahwa COVID-19 kemungkinan berasal dari kebocoran laboratorium di China. Namun, sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Cell menunjukkan kesimpulan yang berbeda.
Penelitian tersebut justru menyimpulkan bahwa virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, berasal dari penularan antar hewan sebelum akhirnya menular ke manusia.
Asal Usul SARS-CoV-2: Dari Hewan ke Manusia
Analisis genetik menunjukkan bahwa nenek moyang SARS-CoV-2 berasal dari wilayah China Barat atau Laos Utara.
Virus tersebut kemudian menyebar hingga mencapai China tengah beberapa tahun sebelum pandemi COVID-19 terjadi, menempuh jarak hingga 2.700 kilometer.
SARS-CoV-2 termasuk dalam kelompok virus pernapasan yang disebut sarbecovirus, yang umumnya diinangi oleh kelelawar tapal kuda.
Kelompok ini juga mencakup SARS-CoV-1, penyebab wabah SARS tahun 2002-2003.
Proses Zoonotic Spillover dan Rekombinasi Genetik
Sarbecovirus tidak berbahaya bagi kelelawar, namun dapat menular ke manusia melalui proses yang disebut ‘zoonotic spillover’ atau ‘limpahan zoonosis’.
Proses ini terjadi ketika virus dari hewan melompat ke manusia, dan dapat memicu pandemi.
Joel Wertheim, profesor kedokteran di UC San Diego, dan timnya menganalisis data genom SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2.
Mereka memetakan sejarah evolusi virus di Asia sebelum munculnya pada manusia, dengan mempertimbangkan fenomena rekombinasi genetik.
Rekombinasi genetik terjadi ketika dua virus yang berbeda menginfeksi inang yang sama, menghasilkan virus baru dengan gabungan materi genetik.
Hal ini mempersulit pemetaan evolusi virus karena bagian-bagian genom dapat memiliki sejarah evolusi yang berbeda.
Untuk mengatasi ini, tim peneliti hanya menggunakan bagian genom yang tidak mengalami rekombinasi untuk membangun pohon keluarga virus.
Kesimpulan Studi dan Implikasinya
Peta evolusi yang dihasilkan menunjukkan bahwa sarbecovirus terkait dengan SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2 telah beredar di China Barat dan Asia Tenggara selama ribuan tahun.
Mereka berpindah bersama inangnya dengan kecepatan yang relatif konstan.
Studi ini menunjukkan bahwa jarak antara Wuhan dan reservoir virus kelelawar bukanlah penghalang utama untuk terjadinya zoonotic spillover.
Fenomena ini serupa dengan munculnya SARS-CoV-1 pada tahun 2002.
SARS dan COVID-19 merupakan contoh peristiwa zoonotic spillover yang semakin umum terjadi karena meningkatnya interaksi manusia-hewan.
Faktor-faktor seperti perdagangan satwa liar, urbanisasi, dan hilangnya habitat turut berkontribusi.
Penelitian ini menyarankan pemantauan virus sarbeco pada populasi kelelawar sebagai langkah untuk memprediksi potensi zoonotic spillover di masa depan.
Memahami sejarah evolusi virus ini dan patogen lainnya akan membantu dalam upaya pencegahan wabah.
Kesimpulannya, studi ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang asal-usul SARS-CoV-2, menekankan pentingnya pemantauan virus pada hewan untuk mencegah pandemi di masa mendatang. Pendekatan yang komprehensif dan pemahaman mendalam tentang dinamika evolusi virus merupakan kunci untuk menghadapi tantangan kesehatan global di masa depan.