Ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5) lalu, menyisakan duka mendalam. Peristiwa yang menewaskan 13 orang, baik dari TNI AD maupun warga sipil, ini juga menyoroti satu fakta yang mungkin belum banyak diketahui publik: amunisi ternyata memiliki masa kedaluwarsa.
Insiden tersebut terjadi saat proses pemusnahan amunisi tak layak pakai milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut. Pemusnahan dilakukan oleh Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III Peralatan TNI AD.
Amunisi Punya Masa Kedaluwarsa
Berbagai jenis amunisi, mulai dari peluru pistol hingga rudal balistik, memiliki masa kedaluwarsa. Ini karena amunisi merupakan produk kimia yang mengandung propelan dan bahan peledak yang sifatnya dapat berubah seiring waktu.
Penyimpanan yang tepat, meliputi wadah dan kondisi lingkungan, sangat penting untuk memperpanjang masa simpan amunisi. Namun, bahkan dengan penyimpanan yang ideal, amunisi tetap memiliki batas usia pakai.
Masa Simpan Amunisi: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Masa simpan amunisi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lokasi penyimpanan, paparan kelembapan dan suhu, serta paparan cahaya, semuanya berperan penting.
Metode penyegelan dan jenis material selongsong (timah atau baja) juga memengaruhi keawetan amunisi. Amunisi modern, jika disimpan dengan benar, dirancang untuk bertahan lebih dari satu dekade.
Namun, perlu diingat bahwa masa simpan bersifat relatif. Hal ini bergantung pada berbagai hal, termasuk metode pemuatan, kualitas bahan baku, jenis bubuk mesiu, primer, dan sealant yang digunakan oleh produsen.
Amunisi berselubung baja lebih mudah berkarat dibandingkan dengan amunisi berselubung kuningan. Peluru dengan timah terbuka juga lebih rentan mengalami degradasi daripada peluru dengan selongsong logam penuh.
Risiko Penggunaan Amunisi Kedaluwarsa
Bubuk mesiu dalam amunisi lama dapat kehilangan potensinya. Kondisi ini meningkatkan risiko berbagai kecelakaan saat digunakan atau dimusnahkan.
Berikut beberapa risiko yang perlu diwaspadai:
- Gagal tembak: Ini merupakan risiko paling umum pada amunisi lama.
- Kristalisasi peledak: Proses kimia dapat membentuk kristal peledak, meningkatkan daya ledak amunisi dan berpotensi merusak senjata api.
- Reaksi asam: Pembakaran amunisi lama dapat menghasilkan asap asam yang merusak senjata api.
- Penggumpalan bubuk mesiu: Hal ini dapat menyebabkan amunisi gagal meletus atau meletus secara tidak terduga, sangat berbahaya bagi pengguna.
Kesimpulannya, ledakan amunisi di Garut menjadi pengingat penting tentang masa pakai amunisi dan perlunya penanganan yang tepat, baik dalam penyimpanan maupun pemusnahan. Keselamatan dan pengetahuan yang memadai terkait keamanan amunisi sangat krusial untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang.
Kejadian ini seharusnya mendorong peningkatan pengawasan dan prosedur keamanan yang lebih ketat dalam pengelolaan amunisi, baik di lingkungan militer maupun sipil.