Tragedi meninggalnya Leonard Darmawan (23), warga negara Indonesia, saat mengikuti ajang lari 2XU Compression Run di Singapura pada Minggu, 27 April 2025, menyoroti pentingnya persiapan sebelum mengikuti lomba lari, terutama bagi pelari pemula. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan dan pertanyaan seputar keamanan dan persiapan yang diperlukan dalam olahraga lari, khususnya maraton.
Leonard kolaps pada kilometer ke-19 dan meninggal dunia akibat gagal jantung dan pernapasan, menurut keterangan resmi pihak berwenang Singapura. Kejadian ini menjadi pengingat akan risiko yang mungkin dihadapi oleh peserta lari, terutama jika persiapannya kurang matang.
Meninggalnya Pelari WNI di Singapura: Sebuah Pengingat Penting
Kematian Leonard Darmawan menjadi sorotan. Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo, mengungkapkan Leonard tiba-tiba kolaps sekitar pukul 06.16 waktu setempat.
Meskipun mendapat pertolongan berupa CPR, nyawanya tak tertolong. Penyebab kematiannya adalah gagal jantung dan pernapasan.
Bahaya FOMO dan Pentingnya Persiapan Lari
Popularitas olahraga lari, terutama maraton, meningkat pesat. Banyak orang termotivasi oleh tren ini, kadang-kadang didorong oleh “fear of missing out” (FOMO) atau keinginan untuk tampil di media sosial.
Namun, dr. Inarota Laily, SpKO, SubSP APK (K), tenaga pengajar di FKUI, mengingatkan bahaya mengikuti maraton tanpa persiapan memadai, khususnya bagi pelari pemula.
Ia menekankan pentingnya latihan bertahap dan peningkatan jarak tempuh secara gradual. Tidak bijak bagi pemula untuk langsung mengikuti maraton tanpa persiapan fisik yang cukup.
Tips Aman Berlari bagi Pelari Pemula
Dr. Laily menyarankan pelari pemula untuk memulai dengan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari. Ini termasuk latihan lari secara bertahap.
Mulailah dengan jarak 5 kilometer (5K), lalu secara bertahap meningkatkan jarak menjadi 10K dan seterusnya, sebelum mencoba half-maraton dan maraton.
Penting untuk memahami tubuh sendiri dan tidak memaksakan diri. Latihan yang konsisten dan bertahap jauh lebih penting daripada terburu-buru mengikuti lomba besar.
Proses persiapan ini membutuhkan waktu berbulan-bulan, memberikan waktu bagi tubuh untuk beradaptasi dan memperkuat sistem kardiovaskular serta otot-otot yang digunakan saat berlari.
Jangan sampai keinginan untuk ikut maraton mengalahkan persiapan yang matang. Prioritaskan kesehatan dan keselamatan diri sendiri.
Dengan persiapan yang tepat dan bertahap, lari maraton dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan dan menyehatkan, bukan malah membahayakan nyawa.
Kesimpulannya, kasus Leonard Darmawan mengingatkan kita semua akan pentingnya kesiapan fisik dan mental sebelum mengikuti ajang lari, terutama maraton. Jangan sampai FOMO mengalahkan kewaspadaan dan persiapan yang matang.