Polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasuki babak baru. Penanganan kasus ini kini dibagi antara Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya, memicu pertanyaan dan beragam analisis dari berbagai pihak. Perbedaan pendekatan kedua institusi ini menjadi sorotan, terutama mengingat kesamaan objek yang diperiksa.
Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, memberikan pandangannya mengenai hal ini. Sebagai sosok berpengalaman di bidang penegakan hukum, analisisnya diharapkan dapat memberikan pencerahan pada publik.
Dua Kasus Terpisah, Objek Sama
Susno Duadji menegaskan bahwa kasus ijazah Jokowi yang ditangani Bareskrim dan Polda Metro Jaya merupakan dua entitas perkara berbeda, meski objeknya sama. Penting untuk memahami perbedaan mendasar agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Hasil penyelidikan Bareskrim, termasuk dari laboratorium kriminalistik (labkrim), belum memiliki kekuatan hukum mengikat atau berstatus “pro justisia”. Temuan tersebut masih berupa informasi intelijen atau hasil penyelidikan awal.
Oleh karena itu, Polda Metro Jaya, ketika menangani laporan baru, wajib melakukan pengujian ulang dari awal. Hasil investigasi Bareskrim tidak dapat langsung digunakan dalam penyidikan di Polda.
Fokus Penyelidikan: Keaslian vs Pencemaran Nama Baik
Perbedaan utama terletak pada fokus penyelidikan. Bareskrim berfokus pada pengujian keaslian fisik ijazah, dan menyimpulkan dokumen yang beredar identik dengan aslinya.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menyelidiki kasus dari sudut pandang pencemaran nama baik. Roy Suryo dilaporkan atas dugaan penyebaran informasi yang mencemarkan nama baik Presiden Jokowi terkait ijazah tersebut.
Susno Duadji menekankan bahwa status Roy Suryo sebagai ahli telematika tidak memberikan imunitas hukum. Jika terbukti menyebarkan informasi yang mencemarkan nama baik, ia tetap dapat dijerat secara hukum.
Status Keahlian Bukan Tameng Hukum
Keahlian seseorang di suatu bidang tidak serta merta melindungi dari tuntutan hukum. Penyebaran informasi yang terbukti salah dan merugikan pihak lain tetap akan berdampak hukum, terlepas dari latar belakang atau keahlian penyebar informasi tersebut.
Peran UGM dan Ijazah Asli
Susno Duadji juga menyoroti pentingnya membedakan antara ijazah asli dan salinan atau gambar yang beredar. Sumber ijazah yang beredar di masyarakat seringkali tidak jelas asal-usulnya.
Ijazah asli hanya ada satu dan berada di tangan pemiliknya. Keaslian ijazah harus diverifikasi dengan teliti dan pihak berwenang, khususnya UGM sebagai penerbit ijazah, memiliki peran penting dalam proses klarifikasi ini.
Kredibilitas UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi terkemuka menjadi kunci dalam menyelesaikan polemik ini. Pernyataan resmi dari UGM mengenai keaslian ijazah Presiden Jokowi diharapkan dapat memberikan kejelasan dan mengakhiri spekulasi yang beredar.
Publik perlu mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari sumber yang kredibel. Proses hukum yang sedang berjalan perlu dihormati dan dibiarkan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Perbedaan pendekatan Bareskrim dan Polda Metro Jaya, meskipun tampak rumit, sejatinya mencerminkan aspek hukum yang berbeda yang perlu ditelaah secara terpisah untuk mendapatkan kesimpulan yang adil dan objektif. Perdebatan publik perlu didasarkan pada fakta dan bukti yang sahih, bukan spekulasi semata. Transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat sangatlah penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.