Sejumlah warga Indonesia baru-baru ini mengeluhkan cuaca dingin yang tak biasa di beberapa wilayah, memicu perbincangan hangat di media sosial. Kata kunci “dingin” bahkan sempat menjadi trending topic di X (sebelumnya Twitter), dengan puluhan ribu tweet yang membahasnya. Fenomena ini terjadi di berbagai daerah, termasuk wilayah yang biasanya beriklim panas seperti Bekasi.
Ungkapan kekagetan dan keluhan bermunculan di platform X. “@chem******” misalnya, menuliskan, “Momen langka Bekasi dingin,” menggambarkan betapa luar biasanya suhu dingin yang dirasakan. Lainnya, “@opaaaa***”, mencuit, “Btw ini Jakarta emang dingin atau gue yang gak enak badan sih?,” menunjukkan kebingungannya membedakan antara efek cuaca atau kondisi kesehatannya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jabodetabek. Warga Bandung, Jawa Barat, juga merasakannya. Akun “@vou***” menulis, “Mau nyalain AC tapi Bandung dingin banget,” menunjukkan betapa dinginnya suhu di kota pegunungan tersebut. Kondisi serupa juga dilaporkan dari Yogyakarta dan Solo, Jawa Tengah, dengan cuitan seperti “Jogja lagi dingin banget” dari akun “@attackontu****”, dan “Di solo hari ini kenapa dingin banget ya?? Dari dini hari bener-bener dingin” dari “@anna*****”.
Fenomena Bediding: Penjelasan Ilmiah
Cuaca dingin di musim kemarau, seperti yang dialami beberapa wilayah di Indonesia, adalah fenomena yang dikenal sebagai “bediding”. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa bediding merupakan fenomena alamiah yang berkaitan dengan kondisi atmosfer selama musim kemarau.
Pada musim kemarau, curah hujan rendah dan tutupan awan berkurang. Akibatnya, panas matahari yang diserap permukaan bumi lebih cepat dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai radiasi balik gelombang panjang. Kelembapan udara juga rendah karena sedikitnya uap air di dekat permukaan. Dengan langit yang cerah, panas tersebut langsung dilepaskan ke atmosfer luar, menyebabkan udara di permukaan terasa lebih dingin, terutama di malam dan pagi hari.
BMKG menjelaskan lebih lanjut bahwa fenomena ini lebih umum terjadi di wilayah Indonesia dekat khatulistiwa hingga bagian utara. Walaupun pagi hari terasa dingin, siang hari cenderung lebih panas karena radiasi matahari langsung yang mencapai permukaan bumi tanpa hambatan awan dan uap air. Sebaliknya, wilayah selatan Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Jawa bagian selatan, Bali, NTT, dan NTB, mengalami suhu udara yang lebih rendah di siang hari selama musim kemarau.
Bediding dan Monsun Australia
Fenomena bediding terasa lebih signifikan pada bulan Juli, bertepatan dengan puncak musim dingin di Australia. Angin timuran atau monsun Australia yang kering mengalir melewati wilayah-wilayah tersebut, membawa udara dingin yang memengaruhi penurunan suhu udara, terutama di siang hari. Meskipun matahari bersinar terang, udara dingin dari monsun Australia lebih dominan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa meskipun beberapa warga mungkin telah merasakan bediding, belum ada indikasi yang kuat secara data suhu dan tanda-tanda lainnya. Ia menekankan, “Fenomena bediding itu sebenarnya kan perubahan suhu yang ekstrem. Ditandai suhu udara dingin menjelang malam sampai pagi hari, lalu pada siang hari melonjak panas lagi,” dan menambahkan, “Biasanya terjadi di akhir Mei, awal Juni, Juli dan Agustus.” Jadi, pengalaman warga beberapa waktu lalu yang merasakan suhu dingin mungkin memang bagian dari gejala awal fenomena bediding ini.
Kesimpulannya, cuaca dingin yang dikeluhkan warga Indonesia beberapa waktu lalu kemungkinan merupakan bagian dari fenomena bediding, yaitu penurunan suhu yang terjadi di musim kemarau akibat interaksi antara radiasi matahari, kelembapan udara, dan aliran monsun Australia. Meskipun fenomena ini normal, penting untuk tetap waspada dan memperhatikan perubahan suhu ekstrem untuk menjaga kesehatan.