Topreneur Presiden Jokowi membuka kembali keran ekspor pasir laut yang selama 20 tahun ditutup. Kebijakan ini menuai protes keras dari berbagai pihak, termasuk mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ekspor pasir laut dinilai akan berdampak buruk bagi ekosistem laut, menyebabkan abrasi di wilayah pesisir, hilangnya pulau-pulau kecil, dan mengancam mata pencaharian nelayan.
Tri Ismuyati, seorang ibu rumah tangga di Jepara, Jawa Tengah, merasakan langsung dampak mengerikan dari pengerukan pasir laut. Suaminya, seorang nelayan, pulang dengan tangan kosong hampir setiap hari. Hasil tangkapan yang dulu melimpah kini hanya tersisa 5 kilogram, itupun setelah melaut berjam-jam.
"Dulu kami bisa dapat ikan banyak, sekarang susah banget," ujar Tri Ismuyati dengan nada sedih. "Sejak kapal isap pasir laut beroperasi, ikan-ikan menghilang. Kami nelayan jadi susah cari nafkah."
Tri Ismuyati menceritakan, kondisi ini sudah berlangsung sejak Maret tahun lalu. Setiap malam, kapal isap pasir laut beroperasi di wilayah pesisir, menyedot pasir laut dalam jumlah besar.
"Kami nelayan kecil hanya bisa pasrah melihat laut kami dirusak," tambah Tri Ismuyati. "Siapa yang akan bertanggung jawab atas nasib kami?"
Kisah Tri Ismuyati menjadi bukti nyata bahwa kebijakan ekspor pasir laut berdampak buruk bagi nelayan dan ekosistem laut.