Viral di media sosial, video memperlihatkan oknum Dinas Perhubungan (Dishub) diduga meminta uang Rp 1,5 juta kepada seorang sopir. Sopir tersebut kedapatan telat melakukan uji KIR.
Dalam video yang beredar di Threads, oknum Dishub tersebut terlihat marah karena aksinya direkam diam-diam oleh sopir. Oknum Dishub bahkan mengancam akan menyerahkan sopir ke polisi.
Penjelasan dalam video tersebut menyebutkan bahwa kejadian berlangsung di Bekasi. Oknum Dishub diduga meminta uang karena KIR kendaraan telat tiga hari. Sikap arogansi oknum Dishub tersebut sangat mencolok.
“Sudah tua tapi tidak ada etikanya. Wartawan saja ada etikanya, minta izin. Tahu tidak sampean tahu tahu tidak peraturan perundang-undangnya. Jangan seenaknya sendiri. Kalau bapak mau dihargai orang ya menghargai. Sampean sudah tua. Paham,” kata oknum Dishub tersebut dalam video.
Penjelasan Mengenai Uji KIR
Uji KIR, atau Uji Kemampuan Jalan Raya, merupakan pemeriksaan teknis berkala kendaraan bermotor, terutama untuk angkutan umum atau barang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan kelayakan dan keamanan kendaraan di jalan raya.
Uji KIR wajib dilakukan secara berkala, biasanya setiap enam bulan sekali. Tujuannya adalah untuk mencegah kecelakaan dan memastikan kendaraan tetap dalam kondisi prima.
Tanggapan Terhadap Kasus Oknum Dishub
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum, menilai baik oknum Dishub maupun sopir sama-sama melakukan kesalahan. Permintaan uang secara paksa, intimidasi, dan ancaman dari oknum Dishub merupakan perbuatan melawan hukum.
Budiyanto menjelaskan, tindakan pemerasan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara hingga 9 tahun. Sementara itu, sopir juga melanggar hukum karena KIR kendaraannya telah mati.
Pelanggaran KIR mati diatur dalam Pasal 286 Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), dengan ancaman pidana kurungan maksimal dua bulan atau denda Rp 500.000.
Peran Dishub dan Penegakan Hukum
Dishub sebagai bagian dari aparatur sipil negara (ASN) memiliki kewenangan dalam penegakan hukum terkait lalu lintas, khususnya untuk angkutan umum. Namun, kewenangan tersebut harus dijalankan sesuai prosedur hukum yang berlaku, tanpa tindakan kekerasan atau pemerasan.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan adanya penyimpangan dalam penegakan hukum. Tindakan oknum Dishub tersebut bukan hanya merugikan sopir, tetapi juga merusak citra lembaga dan kepercayaan masyarakat.
Kejadian ini perlu menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang untuk melakukan evaluasi dan penindakan tegas terhadap oknum Dishub yang terlibat. Hal ini penting untuk memastikan penegakan hukum di bidang transportasi berjalan dengan baik dan berkeadilan.
Selain itu, perlu adanya peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya uji KIR dan sanksi hukum bagi pelanggaran yang dilakukan. Peningkatan pengawasan terhadap petugas Dishub juga diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penegakan hukum. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengawasan untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan wewenang oleh oknum petugas.