Meningkatnya angka kecelakaan di destinasi wisata Indonesia mendorong Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk mengambil langkah proaktif. Langkah tersebut berupa penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Manajemen Risiko Destinasi Pariwisata, guna memberikan panduan standar bagi pengelola dalam mengelola risiko dan memastikan keselamatan wisatawan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Kemenpar menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk menyerap aspirasi dan masukan guna menyempurnakan Juknis tersebut sebelum diterapkan secara nasional.
Meningkatnya Kecelakaan Wisata Dorong Kemenpar Buat Juknis Manajemen Risiko
Data Kemenpar menunjukkan peningkatan kasus kecelakaan wisata dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini menjadi perhatian serius dan mendorong upaya pencegahan yang lebih terstruktur.
Oleh karena itu, FGD diselenggarakan untuk membahas langkah-langkah konkret dalam menangani risiko tersebut. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat memberikan solusi efektif untuk meminimalisir insiden dan meningkatkan keselamatan.
Juknis Manajemen Risiko: Standarisasi Penilaian Risiko dan Mitigasi Bencana
Juknis yang akan disusun diharapkan menjadi standar bagi seluruh pengelola destinasi wisata di Indonesia. Panduan ini akan membantu dalam proses penilaian risiko yang terstruktur dan terukur.
Bambang Cahyo Murdoko, Asisten Deputi Pengembangan Amenitas dan Aksebilitas Pariwisata Wilayah I Kemenpar, berharap Juknis ini dapat membantu mengidentifikasi dan memitigasi berbagai bencana dan risiko. Panduan ini akan mengintegrasikan prinsip CHSE (Kebersihan, Kesehatan, Keamanan dan Kelestarian).
Selain itu, Juknis juga akan menjadi alat ukur bagi pemerintah pusat dan daerah dalam pengambilan keputusan berbasis risiko, alokasi sumber daya yang efisien, dan peningkatan citra pariwisata Indonesia.
Kolaborasi untuk Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajemen Krisis, Fadjar Hutomo, menegaskan komitmen pemerintah untuk menghadirkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Aspek keamanan menjadi kunci penting dalam mewujudkan hal tersebut.
Kualitas pariwisata tidak hanya dilihat dari segi keamanan wisatawan, tetapi juga keamanan para pekerja di sektor pariwisata dan masyarakat setempat. Hal ini menuntut pengelolaan risiko yang komprehensif dan terintegrasi.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, memaparkan 10 langkah dalam manajemen risiko di destinasi wisata. Langkah-langkah tersebut meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko, hingga pemantauan dan evaluasi.
- Menentukan konteks aktivitas di destinasi pariwisata.
- Mengidentifikasi bahaya pada sub-sektor pariwisata.
- Mengidentifikasi kejadian risiko dan penyebab risiko.
- Mengkategorikan dampak yang ditimbulkan.
- Mengidentifikasi pengendalian yang tersedia.
- Menganalisis risiko di destinasi pariwisata.
- Pengendalian risiko.
- Analisis risiko sisa.
- Penentuan penanggung jawab.
- Konsultasi dan komunikasi, serta pemantauan dan kajian ulang.
Dengan penerapan Juknis ini diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan wisata, meningkatkan keselamatan wisatawan dan masyarakat lokal, serta meningkatkan citra pariwisata Indonesia di mata dunia.
Juknis ini merupakan langkah penting dalam membangun pariwisata Indonesia yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan. Kerja sama antar pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan implementasinya.