Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, telah mengungkapkan rencana unik terkait warisan kekayaannya yang mencapai miliaran dolar. Ia memiliki lebih dari 100 anak dan berencana membagikan hartanya secara merata kepada mereka semua.
Jumlah anak Durov yang fantastis ini terdiri dari enam anak biologis dari tiga wanita berbeda, serta sejumlah anak lainnya yang ia kandung melalui donor sperma. Keputusan ini diambil setelah ia menulis surat wasiat baru-baru ini.
Dalam wawancara dengan majalah Le Point, Durov menegaskan kesetaraannya dalam memperlakukan semua anaknya. “Mereka semua adalah anak-anak saya dan akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka saling mencabik-cabik satu sama lain setelah kematian saya,” ujarnya.
Pengakuan Durov tentang jumlah anaknya sebenarnya telah diungkapkannya di media sosial tahun lalu. Ia menjelaskan bahwa seorang dokter pernah menyarankan agar warga negara menyumbangkan “bahan donor berkualitas tinggi,” dan ia pun mengikuti saran tersebut selama 15 tahun.
Meskipun Bloomberg memperkirakan kekayaan Durov mencapai US$13,9 miliar, ia menolak angka tersebut. Ia menyatakan bahwa aset cairnya jauh lebih rendah dan berasal dari investasi Bitcoin pada tahun 2013, bukan dari Telegram yang belum pernah ia jual.
Menariknya, Durov memutuskan untuk menunda akses anak-anaknya terhadap warisan tersebut hingga 30 tahun ke depan. Alasannya, ia ingin anak-anaknya hidup normal, mandiri, dan tidak bergantung pada kekayaan yang melimpah.
“Saya ingin mereka hidup seperti orang normal, membangun diri mereka sendiri, belajar untuk percaya diri, mampu berkreasi, tidak bergantung pada rekening bank,” tegas Durov. “Saya ingin menegaskan bahwa saya tidak membeda-bedakan anak-anak saya: ada yang dikandung secara alami dan ada yang berasal dari sumbangan sperma saya.”
Keputusan untuk membuat surat wasiat baru, menurut Durov, didorong oleh risiko pekerjaan dan banyaknya musuh yang dimilikinya. Pekerjaan membela kebebasan pers dan privasi digital membuat Durov berhadapan dengan banyak pihak berkuasa dan berpotensi mendapat ancaman.
Ia ingin melindungi bukan hanya anak-anaknya, tetapi juga Telegram, perusahaan yang ia dirikan dan dedikasikan untuk menjaga kebebasan informasi. “Saya ingin Telegram selamanya tetap setia pada nilai-nilai yang saya pertahankan,” tambahnya.
Telegram, dengan lebih dari satu miliar pengguna bulanan, dikenal dengan sistem enkripsi yang kuat dan kebijakan privasi yang ketat. Namun, reputasi Telegram juga tercoreng oleh beberapa tuduhan serius.
Tahun lalu, Durov ditangkap di Paris atas tuduhan yang menghubungkan platformnya dengan aktivitas kriminal, termasuk pencucian uang, perdagangan narkoba, dan penyebaran pornografi anak. Durov sendiri membantah semua tuduhan tersebut dan menyebutnya tidak masuk akal.
Ia berargumen bahwa penggunaan Telegram oleh para penjahat tidak menjadikan platform tersebut turut terlibat dalam kejahatan tersebut. “Hanya karena para penjahat menggunakan layanan pesan kami di antara banyak layanan lainnya, tidak membuat mereka yang menjalankannya menjadi penjahat,” katanya.
Kisah Pavel Durov ini menyoroti perpaduan unik antara kesuksesan teknologi luar biasa dan keputusan pribadi yang tak biasa. Warisan yang ia tinggalkan bukan hanya berupa kekayaan materi, tetapi juga menimbulkan pertanyaan etis dan sosial tentang tanggung jawab orang tua dan pengelolaan kekayaan yang sangat besar.
Selain itu, kasus ini juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi platform media sosial dalam melawan kejahatan siber tanpa mengorbankan privasi penggunanya. Telegram, dengan model bisnis dan filosofi yang unik, akan terus menjadi subyek perdebatan dan pengawasan di masa mendatang.