Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyoroti kegagalan jaksa menghadirkan Presiden Jokowi dan mantan Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula. Ketidakhadiran dua figur penting ini dinilai Zaid telah menghambat proses pengungkapan kebenaran dan melemahkan konstruksi kasus yang disusun jaksa.
Ketidakhadiran Saksi Kunci Lemahkan Dakwaan Jaksa
Zaid Mushafi, dalam dupliknya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (14/7/2025), menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja jaksa. Ia menilai ketidakhadiran Jokowi dan Rini Soemarno sebagai saksi kunci membuat dakwaan jaksa menjadi tidak utuh dan bahkan saling bertentangan.
Ketidakhadiran Jokowi dan Rini Soemarno, menurut Zaid, mengakibatkan jaksa gagal menghadirkan bukti yang komprehensif terkait kebijakan impor gula yang dipersoalkan. Hal ini menimbulkan keraguan atas kesimpulan dan tuduhan yang disampaikan oleh pihak jaksa.
Jaksa Gagal Buktikan Niat Buruk Tom Lembong
Selain soal ketidakhadiran saksi kunci, Zaid juga mempertanyakan kemampuan jaksa membuktikan adanya niat jahat (mens rea) dari Tom Lembong dalam mengeluarkan kebijakan impor gula kristal. Zaid menganggap tuduhan tersebut prematur dan tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Argumentasi Zaid menekankan pada kurangnya bukti yang menunjukkan adanya kerugian negara secara langsung akibat kebijakan impor gula yang dikeluarkan Tom Lembong. Ia juga menyoroti ketidakkonsistenan keterangan saksi yang justru menguatkan pembelaan Tom Lembong.
Dakwaan Lemah, Beban Pembuktian Jaksa Tak Terpenuhi
Kesimpulannya, Zaid berpendapat bahwa jaksa gagal memenuhi beban pembuktiannya. Dakwaan yang diajukan dinilai lemah dan mengandung kelemahan mendasar.
Oleh karena itu, Zaid meminta majelis hakim untuk membebaskan Tom Lembong dari segala tuntutan hukum, berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Pasal tersebut mengatur tentang putusan hakim apabila bukti yang diajukan oleh jaksa tidak cukup untuk membuktikan dakwaan.
Jaksa sendiri sebelumnya menuntut Tom Lembong dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan. Tuntutan tersebut didasarkan pada dugaan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar akibat penerbitan 21 persetujuan impor gula yang dinilai melanggar hukum dan menguntungkan pengusaha gula swasta.
Tom Lembong dan kuasa hukumnya telah membantah seluruh tuntutan tersebut. Mereka menduga kasus ini bermotif politik, karena Tom Lembong pernah berseberangan dengan penguasa dalam Pemilihan Presiden 2024. Mereka juga menegaskan bahwa kesaksian para saksi justru menguatkan posisi pembelaan Tom Lembong.
Sidang kasus ini masih berlanjut dan keputusan akhir masih menunggu putusan majelis hakim. Ketidakhadiran saksi kunci dan kemampuan jaksa dalam membuktikan unsur niat jahat menjadi poin krusial yang akan menentukan nasib Tom Lembong di mata hukum. Perkembangan selanjutnya akan sangat dinantikan oleh publik.