Perda Lembaga Pinjaman: Solusi Kredit Macet & Konflik di Jatim

Redaksi

Perda Lembaga Pinjaman: Solusi Kredit Macet & Konflik di Jatim
Sumber: Pikiran-rakyat.com

Krisis Sosial Mengintai Banyuwangi: Pinjaman Liar dan Minimnya Literasi Keuangan

Kabupaten Banyuwangi tengah menghadapi dampak serius dari kurangnya regulasi yang jelas terkait praktik pinjam-meminjam informal. Kredit macet yang meluas di berbagai lapisan masyarakat bukan hanya menimbulkan tekanan ekonomi, tetapi telah berkembang menjadi krisis sosial yang mengkhawatirkan. Situasi ini semakin diperparah oleh kurangnya literasi keuangan di kalangan masyarakat.

Gejala memburuk terlihat dalam beberapa pekan terakhir. Kekerasan dalam penagihan utang, penolakan pembayaran secara terbuka, dan laporan hukum yang saling berlawanan antara pemberi dan penerima pinjaman, menjadi pemandangan umum. Semua ini terjadi di tengah maraknya praktik keuangan tanpa pengawasan yang memadai.

Praktik Pinjaman Liar dan Bunga Tinggi

Praktik pinjam-meminjam informal di Banyuwangi banyak dilakukan melalui lembaga atau individu tanpa izin resmi. Mereka menerapkan bunga tinggi dan metode penagihan yang semena-mena.

Seorang aktivis sosial yang memantau konflik kredit di Muncar menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, minimnya literasi keuangan di masyarakat membuat mereka mudah terjebak dalam lingkaran utang yang mencekik.

Munculnya Tokoh yang Memicu Perpecahan

Munculnya tokoh-tokoh yang mengklaim membela rakyat dengan menyuarakan perlawanan terhadap pembayaran utang, justru memperkeruh keadaan. Hal ini memicu perpecahan di tengah masyarakat.

Sebagian warga menilai langkah tersebut hanya menciptakan ilusi “bebas bayar” tanpa menyelesaikan akar masalah, yaitu regulasi yang lemah dan rendahnya literasi keuangan.

Tanggapan Publik dan Desakan Regulasi

Kritik terhadap fenomena ini membanjiri media sosial. Banyak warganet menyoroti kurangnya tanggung jawab dari para peminjam. Akun TikTok @Hamba Rbt, misalnya, mengkritik keras budaya berutang tanpa rasa tanggung jawab.

Akun @Saelon Nababan bahkan menyebut aksi para aktivis sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran moral. Senada, akun @Raja Muda Azhary menekankan bahwa setiap pinjaman memiliki konsekuensi hukum dan moral, termasuk adanya agunan.

Peran Pemerintah dan OJK yang Lemah

Absennya peran negara dalam mengatur sistem keuangan mikro dan informal menjadi akar masalah utama. Lemahnya regulasi dan minimnya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah daerah, dan DPRD, membuat praktik ini berkembang pesat tanpa kendali.

Pemerintah daerah didesak untuk segera membuat Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur operasional lembaga pinjaman informal. Perda tersebut perlu mengatur mekanisme bunga, batas penagihan, dan perlindungan bagi masyarakat. OJK juga perlu lebih aktif di daerah, bukan hanya di tingkat pusat.

Solusi Jangka Pendek dan Panjang

Solusi jangka pendek meliputi peningkatan pengawasan terhadap lembaga pemberi pinjaman informal dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan masyarakat.

Solusi jangka panjang mencakup peningkatan literasi keuangan di kalangan masyarakat, serta penyediaan akses ke layanan keuangan formal yang lebih terjangkau dan mudah diakses.

Kesimpulan

Krisis keuangan di Banyuwangi ini menjadi cerminan besarnya masalah sosial ekonomi yang dihadapi daerah-daerah lain di Indonesia. Tanpa adanya regulasi yang kuat dan program literasi keuangan yang efektif, praktik pinjam-meminjam ilegal akan terus merajalela, menimpa masyarakat kecil, dan merusak sendi-sendi sosial masyarakat. Peran aktif pemerintah dan OJK sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini secara sistematis dan berkelanjutan. Pentingnya edukasi keuangan bagi masyarakat juga tidak bisa diabaikan agar mereka terhindar dari jerat utang yang mencekik.

Also Read

Tags

Topreneur