Raksasa otomotif Jepang, Nissan, terus berjuang melawan badai krisis. Perusahaan yang tengah merugi besar ini dilaporkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 20.000 karyawannya di seluruh dunia.
Pengumuman PHK ini menambah keprihatinan atas kondisi Nissan yang semakin memburuk. Sebelumnya, pada November lalu, Nissan telah mengumumkan rencana PHK terhadap 11.000 karyawan.
PHK Massal Nissan: 20.000 Karyawan Terdampak
Berita PHK massal yang melibatkan 20.000 karyawan, setara dengan 15% dari total karyawan global Nissan, diungkap oleh NHK. Angka ini jauh lebih besar dari rencana awal yang diumumkan beberapa bulan lalu.
Pihak Nissan sendiri hingga saat ini masih enggan memberikan komentar resmi terkait kabar tersebut, seperti yang dikutip dari Japan Times. Keheningan ini semakin menambah kekhawatiran tentang masa depan perusahaan.
Penyebab Krisis yang Memburuk
Penurunan drastis penjualan di Amerika Serikat dan China menjadi salah satu faktor utama penyebab krisis yang melanda Nissan. Penurunan penjualan mencapai angka yang sangat signifikan, yakni 94%.
Persaingan yang semakin ketat, terutama dari produsen otomotif China, juga menjadi tantangan besar bagi Nissan. Penetrasi pasar China yang agresif telah memukul keras penjualan Nissan di berbagai negara.
Selain penurunan penjualan, Nissan juga menghadapi beban utang yang besar. Bloomberg melaporkan bahwa Nissan memiliki kewajiban pembayaran utang sebesar US$ 1,6 miliar (sekitar Rp 26,4 triliun) pada tahun ini, dan akan meningkat menjadi US$ 5,6 miliar (sekitar Rp 92,5 triliun) pada tahun 2026.
Beban biaya restrukturisasi juga turut memperparah kondisi keuangan Nissan. Bulan lalu, perusahaan mengumumkan prediksi kerugian biaya restrukturisasi sebesar US$ 5 miliar (sekitar Rp 82,6 triliun) untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2025.
Kegagalan Merger dan Dampak Kebijakan Trump
Kegagalan rencana merger dengan Honda dan Mitsubishi pada Februari 2025 semakin memperburuk situasi. Padahal, rencana merger tersebut sempat diharapkan bisa menjadi angin segar bagi Nissan.
Kegagalan ini menyebabkan Nissan mengalami kondisi terburuk dalam 26 tahun terakhir. Situasi ini semakin diperparah dengan kebijakan kenaikan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump, yang memberikan dampak signifikan terhadap produsen otomotif Jepang, khususnya Nissan.
Pada November 2024, bersamaan dengan pengumuman rencana PHK tahap pertama, Nissan juga mengumumkan rencana pemangkasan kapasitas produksinya hingga 20% dan pemotongan perkiraan pemasukan. Langkah ini menunjukkan keseriusan perusahaan dalam menghadapi krisis yang melanda.
Nasib Nissan ke depan masih belum jelas. PHK massal ini menunjukkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi perusahaan. Keberhasilan Nissan dalam mengatasi krisis ini akan bergantung pada strategi dan langkah-langkah yang diambil oleh manajemen perusahaan untuk memperbaiki kinerja dan mengatasi masalah utang yang besar.
Kegagalan Nissan menunjukkan betapa pentingnya adaptasi dan inovasi dalam industri otomotif yang semakin kompetitif. Ke depan, strategi yang tepat dan antisipasi terhadap perubahan pasar akan menjadi kunci keberhasilan bagi perusahaan otomotif untuk bertahan dan berkembang.