Topreneur Kabinet pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto segera terbentuk. Di balik euforia kemenangan, tugas berat menanti di Kementerian Ekonomi, khususnya dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% dan meringankan beban utang pemerintah yang mencapai Rp8.461,93 triliun per akhir Agustus 2024.
Angka ini turun Rp40,76 triliun dari bulan sebelumnya, namun tetap menjadi tantangan besar bagi Prabowo dan Gibran yang akan memimpin sektor ekonomi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa warisan utang pemerintahan Jokowi menjadi beban berat bagi Prabowo.
"Ibaratnya, Sri Mulyani diminta bertanggung jawab terhadap kebijakan utang di era Jokowi," ujar Bhima.
Bhima menduga terpilihnya kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terkait dengan kompromi anggaran untuk membiayai program Prabowo, seperti program makan bergizi.
"Salah satu hal yang akan dilakukan Sri Mulyani dalam jangka pendek adalah mendesak DPR untuk menyetujui APBN-Perubahan mengingat APBN terakhir yang disahkan Jokowi masih belum mengakomodir program-program utama Prabowo," tambah Bhima.
Selain itu, Bhima menekankan pentingnya reputasi dan kredibilitas internasional Sri Mulyani untuk menarik investor agar mau membeli surat utang pemerintah.
"Dan untuk meyakinkan investor masuk ke dalam program-program ekonomi Prabowo," ujar Bhima.
Target pertumbuhan ekonomi 8% yang diusung Prabowo pun menjadi tantangan tersendiri. Dalam pidato Juli lalu, Prabowo menyatakan optimisme untuk mencapai target tersebut dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.
"Kita harus berani menaruh sasaran yang lebih tinggi. Kalau saya optimis kita bisa mencapai 8%," kata Prabowo.
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun ini baru mencapai 5,11%, menurut Badan Pusat Statistik pada Februari silam.
Tantangan berat menanti Prabowo dan Gibran. Akankah mereka mampu meringankan beban utang dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%? Kita tunggu saja gebrakan mereka di masa mendatang.