Pemerintah Indonesia baru-baru ini melakukan revisi terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Perubahan ini menuai berbagai reaksi, namun Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukanlah keputusan mendadak atau karena tekanan dari pihak manapun, termasuk negara lain.
Reformasi TKDN, menurut Menperin, telah dimulai sejak Februari 2025, jauh sebelum munculnya dinamika politik terkini. Pemerintah menekankan komitmennya untuk melindungi dan memperkuat industri dalam negeri.
1. Tetap Lindungi Industri Dalam Negeri: Revisi TKDN Bukan Karena Tekanan
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita secara tegas membantah anggapan bahwa perubahan kebijakan TKDN dilatarbelakangi oleh tekanan dari negara lain. Ia menekankan bahwa revisi ini merupakan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah untuk memperkuat industri nasional.
Perubahan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi Perpres Nomor 46 Tahun 2025 juga dijelaskan. Aturan baru ini, menurut Menperin, justru menegaskan kembali pentingnya TKDN bagi industri dalam negeri.
Dalam Perpres 46/2025, pemerintah dan BUMN dapat membeli produk lokal dengan syarat TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) total 40 persen. Namun, terdapat kelonggaran jika produk lokal yang tersedia tidak memenuhi syarat tersebut, minimal TKDN 25 persen dapat dipertimbangkan.
Kebijakan ini, kata Menperin, selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing nasional. Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN sebelumnya, bertujuan agar kebijakan lebih adaptif dan memberikan manfaat optimal.
Menariknya, investasi Apple yang diterima BKPM untuk membangun pabrik AirTag, sebuah aksesoris iPhone, tidak terkait langsung dengan Permenperin Nomor 29 Tahun 2017 tentang TKDN untuk handphone, komputer genggam, dan tablet. AirTag dikategorikan sebagai aksesoris, bukan komponen utama perangkat tersebut.
2. Keterlibatan Pelaku Industri dan Mekanisme Baru Kebijakan TKDN
Pemerintah berkomitmen untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam implementasi reformasi TKDN. Hal ini dilakukan agar kebijakan berjalan efektif dan tepat sasaran, serta mendapatkan dukungan dari seluruh pihak terkait.
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menjadi payung hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN. Perbaikan meliputi mekanisme verifikasi, pemberian insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mempercepat kemandirian industri nasional dan memperkuat ekosistem manufaktur dalam negeri. Dengan demikian, diharapkan industri dalam negeri dapat semakin berkembang dan bersaing di pasar global.
3. Prioritas Belanja Pemerintah dalam Aturan TKDN Terbaru
Perpres No. 46 Tahun 2025 mengatur prioritas belanja pemerintah untuk produk ber-TKDN dan Produk Dalam Negeri (PDN) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Berikut urutan prioritasnya:
- Produk dengan total skor TKDN dan BMP lebih dari 40 persen (jika ada). Pemerintah dapat membeli produk dengan TKDN di atas 25 persen.
- Jika tidak ada produk dengan total skor TKDN dan BMP di atas 40 persen, namun terdapat produk dengan TKDN di atas 25 persen, maka produk tersebut dapat dibeli.
- Jika tidak ada produk dengan TKDN di atas 25 persen, pemerintah dapat membeli produk dengan TKDN di bawah 25 persen.
- Apabila tidak ada produk bersertifikat TKDN, pemerintah dapat membeli PDN yang terdata di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Regulasi baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 12 Tahun 2021. Produk impor tidak diperbolehkan dibeli dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah jika keempat urutan prioritas di atas telah dipenuhi. Dengan adanya aturan yang jelas ini, diharapkan penggunaan produk dalam negeri semakin meningkat.
Secara keseluruhan, revisi kebijakan TKDN ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Dengan melibatkan berbagai pihak dan mekanisme yang lebih transparan, diharapkan kebijakan ini dapat mencapai tujuannya secara efektif dan berkontribusi pada peningkatan daya saing Indonesia di kancah global. Perhatian terhadap keseimbangan antara perlindungan industri domestik dan keterbukaan pasar internasional tetap menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini ke depannya.