Presiden Prabowo Subianto absen dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada pada 15-16 Juni 2025. Keputusan ini memicu berbagai reaksi, terutama mengingat dukungan G7 terhadap Israel di tengah ketegangan dengan Iran. Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, bahkan menyebutnya sebagai langkah diplomasi yang tepat dan strategis. Namun, Kantor Komunikasi Kepresidenan (KPK) memberikan penjelasan lain terkait ketidakhadiran tersebut. Mari kita telusuri lebih dalam alasan di balik keputusan ini dan implikasinya bagi Indonesia di kancah global.
Absennya Presiden Prabowo dari KTT G7 bukan tanpa alasan. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa hal ini dikarenakan benturan jadwal dengan agenda kenegaraan lainnya yang telah dikonfirmasi sebelumnya. Keputusan tersebut telah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk konteks geopolitik yang kompleks saat ini.
Dukungan MPR terhadap Ketidakhadiran Presiden Prabowo di KTT G7
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, memberikan dukungan penuh terhadap keputusan Presiden Prabowo untuk tidak menghadiri KTT G7.
Ia menilai langkah tersebut sebagai strategi diplomasi yang tepat dalam merespon situasi tegang di Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Iran.
Soeparno menekankan konsistensi Indonesia dalam politik luar negeri yang menolak segala bentuk penjajahan dan serangan terhadap kedaulatan negara lain. Hal ini sejalan dengan sikap Indonesia yang senantiasa mengedepankan perdamaian dan penyelesaian konflik secara damai.
Lebih lanjut, Soeparno menyinggung dukungan G7 terhadap Israel yang dinilai sebagai faktor penting dalam keputusan tersebut. Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian, perlu mempertimbangkan setiap langkah diplomasi secara cermat.
Kehadiran Presiden Prabowo di SPIEF 2025: Diplomasi Ekonomi Aktif Indonesia
Sebagai gantinya, Presiden Prabowo menghadiri St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia atas undangan Presiden Vladimir Putin.
Kehadirannya sebagai pembicara utama di forum tersebut dipandang sebagai langkah penting dalam menegaskan posisi strategis Indonesia di kancah global.
Soeparno menilai partisipasi Presiden Prabowo dalam SPIEF 2025 sebagai bukti diplomasi ekonomi aktif Indonesia yang semakin kuat dalam menghadapi situasi global yang kompleks dan dinamis.
Pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Prabowo dan Presiden Putin diharapkan akan membahas respons kedua negara terhadap konflik Israel-Palestina, dan langkah-langkah untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah. Hal ini semakin menguatkan posisi Indonesia sebagai negara yang aktif dalam perdamaian dunia.
Klarifikasi Kepresidenan: Benturan Jadwal sebagai Alasan Utama
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (KPK), Hasan Nasbi, memberikan klarifikasi terkait ketidakhadiran Presiden Prabowo di KTT G7.
Ia menekankan bahwa keputusan tersebut bukan karena keberpihakan pada blok negara tertentu, melainkan karena benturan jadwal dengan sejumlah undangan strategis lainnya.
Presiden Prabowo memiliki sejumlah undangan kenegaraan yang waktunya beririsan, termasuk kunjungan ke Rusia dan Singapura pada 16-20 Juni 2025. Pemerintah Indonesia tentu sangat menghargai semua undangan tersebut.
Kunjungan ke Rusia dan Singapura sendiri memiliki prioritas strategis tersendiri bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Oleh karena itu, penjadwalan kunjungan tersebut perlu mempertimbangkan berbagai aspek penting.
Pernyataan bersama negara-negara G7 di KTT Kanada menyebutkan Iran sebagai sumber utama ketidakstabilan dan teror di Timur Tengah dan menegaskan kembali dukungan terhadap keamanan Israel.
Sikap G7 ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi Indonesia dalam menentukan langkah diplomasi yang tepat dan sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif.
Kesimpulannya, keputusan Presiden Prabowo untuk tidak menghadiri KTT G7 dan memilih menghadiri SPIEF 2025 merupakan langkah diplomasi yang kompleks dan telah mempertimbangkan berbagai faktor. Baik MPR maupun Kepresidenan memberikan penjelasan yang berbeda namun sama-sama menekankan pentingnya menjaga netralitas dan memperkuat posisi Indonesia dalam kancah global. Ke depannya, langkah-langkah diplomasi Indonesia akan terus diawasi dan dinilai berdasarkan dampaknya terhadap perdamaian dan stabilitas internasional.