Keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari di Malang menuai penolakan keras dari warga sekitar. Protes ini muncul karena dinilai minimnya dampak positif bagi masyarakat selama tiga tahun operasional KEK tersebut.
KEK Singhasari, diresmikan pada 2019 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2019, berdiri di lahan seluas 120,3 hektar. KEK ini diproyeksikan sebagai pusat pengembangan pariwisata dan teknologi. Namun, pembangunan baru dimulai pada November 2022.
Penolakan Warga terhadap KEK Singhasari
Kekecewaan warga Singosari terhadap KEK termanifestasikan dalam spanduk-spanduk penolakan yang bertebaran di desa tersebut. Spanduk-spanduk tersebut menyuarakan keresahan dan tuntutan warga.
Salah satu spanduk berbunyi, “Wis 3 tahun mlaku ganok manfaate gae warga Singosari. Pak Presiden Prabowo, tulung bubarno ae wis KEK iki!” (Sudah 3 tahun berjalan tanpa manfaat bagi warga Singosari. Pak Presiden Prabowo, tolong bubarkan saja KEK ini!).
Spanduk lain mengecam ketidaksesuaian keberadaan KEK dengan nilai-nilai lokal. “Singosari Bukan Kawasan Bisnis, tapi Kawasan Santri! Tolak Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singosari yang Merusak Alam dan Kehidupan!” demikian bunyi salah satu spanduk.
Ada juga spanduk yang menyatakan KEK Singhasari sebagai bentuk penjajahan. “KEK=Kapitalisme Eksploitasi Kawasan! Singosari kudu diselametno teko penjajah (Singosari harus diselamatkan dari penjajah)!” tulis spanduk tersebut.
Minimnya Dampak Positif KEK Singasari bagi Masyarakat
Tokoh budaya dan warga Singosari, Ki Ardhi Purbo Antono, menyatakan bahwa protes warga sudah berlangsung lama dan terpendam. Ia menyoroti kurangnya manfaat KEK bagi masyarakat.
Ki Ardhi, seorang dalang ternama, menilai KEK Singhasari perlu dikaji ulang atau bahkan dibubarkan. Ia menekankan pentingnya program kerakyatan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, KEK Singhasari dirancang dan dijalankan tanpa melibatkan warga dan mengabaikan kearifan lokal. Keberadaan KEK dinilai stagnan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Ki Ardhi menambahkan bahwa KEK Singhasari tidak sejalan dengan nilai-nilai sejarah dan budaya Singosari sebagai kawasan sakral. Ia menyayangkan KEK tidak menghidupkan kembali kejayaan masa lalu dan tidak menghargai adat tradisi setempat.
Sikap DPRD Kabupaten Malang terhadap KEK Singhasari
DPRD Kabupaten Malang, melalui Pansus LKPJ Bupati 2024, sebelumnya menilai proyek KEK Singhasari sebagai ajang seremonial. Proyek ini dianggap tidak memberikan dampak ekonomi maupun manfaat bagi masyarakat sekitar.
Kesimpulan DPRD tersebut semakin memperkuat argumentasi warga yang menolak keberadaan KEK Singhasari. Ketidakpuasan warga ini semakin meluas dan termanifestasikan dalam berbagai aksi protes.
Ketidakhadiran manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat setempat menjadi inti permasalahan penolakan KEK Singasari. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan masyarakat dan pertimbangan kearifan lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan, khususnya proyek skala nasional.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proyek-proyek pembangunan serupa agar dapat benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat dan tidak hanya menjadi proyek seremonial semata. Transparansi dan partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan suatu proyek pembangunan yang berkelanjutan.