Piramida Giza, ikon peradaban Mesir kuno, menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Keindahan arsitektur dan sejarahnya yang memikat tak terbantahkan. Namun, di balik pesona tersebut, tersimpan sisi gelap pariwisata yang perlu diperhatikan.
Pada tahun 2024 saja, tercatat 17,5 juta wisatawan mengunjungi situs warisan dunia ini. Jumlah kunjungan yang fantastis ini menimbulkan berbagai permasalahan yang mengancam kelestarian situs dan kenyamanan pengunjung.
Dampak Negatif Pariwisata Massal di Piramida Giza
Tingginya angka kunjungan wisatawan berdampak pada kepadatan pengunjung yang luar biasa. Kawasan Piramida Giza kewalahan menampung lautan manusia.
Selain kepadatan, perilaku sejumlah pemandu wisata dan pedagang juga menimbulkan masalah. Mereka kerap bersikap memaksa dan agresif dalam menawarkan jasa atau barang dagangannya.
Keberadaan calo yang menawarkan berbagai layanan menambah ketidaknyamanan pengunjung. Lalu lalang kendaraan wisata di sekitar piramida juga memperparah situasi.
Upaya Pemerintah Mesir dan Tantangannya
Pemerintah Mesir menyadari permasalahan ini dan telah berupaya melakukan perbaikan. Mereka pernah melakukan pembersihan situs dari pedagang liar yang beroperasi secara tidak terkendali.
Sebagai upaya mengurangi kepadatan di pintu masuk bersejarah dekat Marriott Mena House, diresmikan pintu masuk baru di Jalan Raya Fayoum dengan biaya USD 51 juta.
Namun, implementasi pintu masuk baru ini mendapat penolakan dari operator tur kuda dan unta. Mereka memblokir akses sebagai bentuk protes atas relokasi area parkir yang dianggap merugikan bisnis mereka.
Naguib Sawiris, seorang pengusaha ternama Mesir, menegaskan akan melarang penjual yang menolak pindah ke zona baru. Ia menekankan pentingnya kesejahteraan publik dan pelestarian situs bersejarah.
Kekejaman terhadap Hewan dan Solusi Berkelanjutan
Selain masalah pedagang dan calo, isu lain yang mencuat adalah kekejaman terhadap hewan yang digunakan untuk menarik kereta wisata. Organisasi hak hewan seperti PETA telah lama mengkritik praktik ini.
PETA mendokumentasikan berbagai kasus kekerasan terhadap kuda dan unta, termasuk pemukulan, pencambukan, dan kelaparan. Hewan-hewan ini bekerja hingga akhir hayatnya tanpa masa pensiun.
Sebagai solusi, pemerintah Mesir meluncurkan program kesejahteraan hewan dan memperkenalkan transportasi ramah lingkungan. Bus listrik diharapkan dapat mengurangi polusi dan beban kerja hewan.
Kendati demikian, keterbatasan jumlah bus listrik masih menjadi kendala. Beberapa wisatawan mengeluhkan waktu tunggu yang lama dan terpaksa berjalan kaki di bawah terik matahari.
Kesimpulannya, peningkatan jumlah wisatawan di Piramida Giza memberikan dampak positif secara ekonomi, namun juga menimbulkan berbagai tantangan. Pemerintah Mesir terus berupaya mengatasi permasalahan ini, namun masih butuh waktu dan kerja sama berbagai pihak untuk menciptakan keseimbangan antara pariwisata berkelanjutan dan pelestarian situs bersejarah.
Ke depan, perlu strategi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk memastikan kelangsungan situs Piramida Giza dan kenyamanan para wisatawan. Hal ini membutuhkan regulasi yang tegas, pengawasan yang ketat, dan kesadaran bersama untuk menjaga warisan budaya dunia ini.