Pembatalan mendadak mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo dari Pangkogabwilhan I telah menimbulkan reaksi beragam di publik. Partai NasDem, misalnya, meminta agar insiden ini menjadi pembelajaran penting bagi internal TNI.
Kejadian ini, menurut mereka, menunjukkan pentingnya menjaga agar TNI tetap bersih dari praktik politik praktis.
Reaksi Partai NasDem dan Potensi Implikasi Politik
Ahmad Sahroni, Bendahara Umum Partai NasDem, menyatakan bahwa pembatalan mutasi Letjen Kunto, putra Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno, harus menjadi pelajaran berharga. TNI, tegasnya, seharusnya menghindari hal serupa di masa mendatang.
Sahroni menekankan agar TNI selalu menjaga netralitasnya dan tidak terlibat dalam politik praktis. Mutasi yang cepat dibatalkan berpotensi menimbulkan persepsi negatif terkait kepentingan politik.
Meskipun demikian, Sahroni meyakini bahwa insiden ini murni kesalahan administrasi internal TNI, bukan terkait politik.
Kronologi Mutasi dan Pembatalannya
Awalnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengumumkan rotasi 237 perwira tinggi (Pati) TNI, termasuk Letjen Kunto yang dimutasi ke jabatan Staf Khusus KSAD. Posisi Pangkogabwilhan I akan diisi Laksda Hersan, mantan ajudan Presiden Jokowi.
Keputusan mutasi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tertanggal 29 April 2025. Laksda Hersan sebelumnya menjabat Pangkoarmada III.
Kapuspen TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi menjelaskan mutasi sebagai bagian dari pembinaan personel dan kebutuhan organisasi dalam menghadapi tantangan tugas yang berkembang.
Namun, tiga hari kemudian, Panglima TNI merevisi keputusannya. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554A/IV/2025 tertanggal 30 April 2025 membatalkan mutasi Letjen Kunto dan mengembalikannya ke jabatan Pangkogabwilhan I.
Penjelasan Pihak TNI dan Implikasi Ke Depan
Brigjen Kristomei Sianturi menjelaskan pembatalan mutasi tersebut karena adanya rangkaian perwira tinggi yang terkait dengan Letjen Kunto dan belum bisa dimutasi pada saat itu.
Ia menekankan bahwa mekanisme mutasi melibatkan sejumlah perwira tinggi yang harus bergerak bersamaan. Karena keterbatasan waktu dan beberapa kendala, mutasi tersebut akhirnya dibatalkan.
Kristomei menambahkan bahwa majelis biasanya bersidang untuk 3 bulan ke depan, dan informasi lebih lanjut akan disampaikan menjelang sidang mutasi berikutnya.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya transparansi dan manajemen internal yang baik dalam tubuh TNI. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk menghindari kesalahpahaman dan menjaga citra positif TNI di mata masyarakat.