Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengungkapkan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terdiri dari 334 pasal dan 10 substansi perubahan. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, menyampaikan hal ini dalam rapat perdana pembahasan RKUHAP di Komisi III DPR pada Selasa (8/7).
Revisi RKUHAP ini diharapkan dapat memperkuat supremasi hukum, terutama dalam melindungi hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, dan saksi. Eddy juga menekankan tujuan untuk mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu yang efektif, efisien, dan akuntabel, selaras dengan perkembangan ketatanegaraan dan teknologi informasi. “Serta mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu yang memperkuat fungsi tugas dan wewenang aparat penegak hukum yang selaras dengan perkembangan ketatanegaraan dan kemajuan informasi teknologi,” ujar Eddy.
Sepuluh substansi perubahan utama dalam revisi RKUHAP meliputi penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru (restoratif, rehabilitatif, dan restitutif) serta sinkronisasi dengan KUHP baru yang berlaku 1 Januari 2026. Perubahan juga mencakup penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, serta penguatan peran advokat untuk menjaga keseimbangan sistem peradilan pidana.
Perbaikan lain meliputi pengaturan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia. Revisi juga memperbaiki mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang lebih efektif, efisien, akuntabel, dan berlandaskan HAM serta asas ‘due process of law’. Pengaturan upaya hukum juga dibuat lebih komprehensif.
Substansi perubahan selanjutnya adalah penguatan asas filosofis hukum acara pidana yang berpusat pada penghormatan HAM. Revisi juga menyesuaikan hukum dengan Konvensi Anti Korupsi (UNCAC), peraturan perundang-undangan terkait HAM, perlindungan saksi dan korban, serta perkembangan mekanisme pra-pengadilan. Modernisasi hukum acara yang lebih cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel juga menjadi fokus.
Terakhir, revisi RKUHAP bertujuan merevitalisasi hubungan penyidik dan penuntut umum melalui koordinasi yang lebih baik dan setara. Semua perubahan ini bertujuan untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, efisien, dan modern.
Habib Aboe Bakar Al Habsyi Menjadi Ketua Panja RKUHAP
Rapat perdana pembahasan RKUHAP juga menandai pembentukan Panitia Kerja (Panja). Ketua Komisi III DPR, Habib Aboe Bakar Al Habsyi, ditunjuk sebagai Ketua Panja, didampingi empat Wakil Ketua: Sari Yuliati, Dede Indra Permana, Ahmad Sahroni, dan Rano Alfath.
Komposisi anggota Panja terdiri dari 4 anggota dari Fraksi PDIP dan Golkar, 3 dari Fraksi Gerindra, 2 anggota dari Fraksi NasDem, PKB, PKS, dan PAN, serta 1 anggota dari Fraksi Demokrat. “Langsung kita sahkan ya panja ini, daftar nama panitia kerja, komposisinya ya Ketua Habiburokhman, Wakil Ketua Dede Indra Permana, Sari Yuliati, Ahmad Sahroni, Rano Alfath,” tegas Habib Aboe Bakar Al Habsyi.
Pembentukan Panja ini menandai dimulainya proses legislasi yang diharapkan dapat menghasilkan RKUHAP yang lebih baik dan berkeadilan. Proses ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk memastikan revisi RKUHAP sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum di Indonesia.
Proses revisi RKUHAP ini sangat penting karena akan berdampak signifikan terhadap penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan proses legislasi ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan RKUHAP yang berkualitas, serta mampu memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
Harapannya, RKUHAP yang baru dapat menjadi instrumen yang efektif dan efisien dalam menegakkan hukum di Indonesia, sekaligus melindungi hak-hak asasi manusia. Keberhasilan revisi ini sangat bergantung pada komitmen bersama dari semua pihak yang terlibat.
Perlu diingat, revisi RKUHAP bukan hanya sekadar perubahan pasal, tetapi juga perubahan paradigma dalam penegakan hukum. Hal ini membutuhkan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan.







