Setiap 2-3 hari, Bumi dihujani puing-puing antariksa. Bekas satelit, roket, dan sampah antariksa lainnya jatuh tak terkendali, membuat pemantauan ketat menjadi sangat penting. Salah satu objek yang saat ini menjadi perhatian adalah satelit Kosmos 482 milik Uni Soviet.
Satelit berusia 53 tahun ini diperkirakan jatuh ke Bumi pekan ini. Potensi jatuhnya di mana pun, termasuk Indonesia, menimbulkan kekhawatiran namun juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang sampah antariksa.
Satelit Kosmos 482: Jatuh Tak Terkendali Menuju Bumi
Kosmos 482, awalnya dirancang untuk misi pendaratan ke Venus, gagal mencapai tujuannya dan terjebak dalam orbit Bumi sejak Maret 1972. Orbitnya yang elips semakin menurun karena hambatan atmosfer.
Profesor Thomas Djamaluddin, Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, memprediksi jatuhnya satelit ini antara 7-13 Mei 2025. Dengan bobot total 1,2 ton, sebagian besar wahana pendarat (sekitar 0,5 ton) diperkirakan jatuh dalam kondisi utuh.
Meskipun potensi jatuhnya di wilayah berpenghuni sangat rendah, BRIN, ITERA, dan komunitas pemantau langit terus memantau pergerakannya untuk meminimalisir risiko.
Mengenal Ancaman Sampah Antariksa dan Upaya Pemantauan
Ancaman sampah antariksa bukan hanya pada keselamatan peluncuran satelit baru, tetapi juga satelit yang sudah beroperasi. Jumlahnya meningkat pesat dalam dekade terakhir.
Sekitar 24.000 puing antariksa telah tercatat, dengan 19.000 diantaranya telah dikatalogkan oleh Space-Track. Namun, jutaan puing-puing kecil yang belum terdeteksi juga mengancam.
Indonesia, dengan garis pantai terpanjang kedua dunia, sangat rentan terhadap jatuhnya sampah antariksa. Pemantauan dan prediksi jatuhnya puing-puing ini menjadi krusial.
Memantau Pergerakan Kosmos 482 Secara Real-Time
Masyarakat dapat turut memantau pergerakan Kosmos 482 melalui situs N2YO.com. Cukup ketik “Kosmos 482” atau “Cosmos 482” pada kolom pencarian.
Situs ini menampilkan posisi real-time satelit, termasuk koordinat, waktu, elevasi, dan kecepatan. Informasi ini sangat berharga untuk memahami pergerakannya.
Perlu diwaspadai ketika ketinggian satelit mendekati 120 km. Pada ketinggian tersebut, satelit akan memasuki atmosfer yang lebih padat dan berpotensi jatuh dalam beberapa menit.
Data dari N2YO.com memberikan gambaran akurat mengenai posisi satelit. Informasi ini dipadukan dengan analisis orbit dari BRIN dan lembaga lain untuk meminimalkan potensi risiko.
Kejadian ini menyoroti pentingnya kesadaran global terhadap masalah sampah antariksa. Peningkatan teknologi pemantauan dan kerjasama internasional sangat krusial untuk mengurangi risiko dan melindungi Bumi dari ancaman yang semakin meningkat ini. Semoga kejadian ini juga mendorong inovasi dalam teknologi pengurangan sampah antariksa di masa depan.