Serangan AS ke Iran: Beijing Diminta Cegah Blokade Selat Hormuz

Redaksi

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, mendesak China untuk mencegah Iran menutup Selat Hormuz, jalur perdagangan minyak mentah vital dunia. Seruan ini muncul di tengah konflik antara Israel dan Iran yang telah berlangsung sejak 13 Juni, dan kini melibatkan serangan udara AS terhadap Iran.

Rubio, dalam wawancara dengan Fox News, menyatakan, “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk segera menghubungi mereka (Iran), karena China sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyaknya.” Ia menekankan bahwa AS memiliki berbagai opsi untuk menghadapi potensi penutupan selat tersebut.

Rubio menambahkan bahwa penutupan Selat Hormuz akan berdampak lebih buruk pada ekonomi negara lain daripada ekonomi AS. Ia menyebutnya sebagai “eskalasi besar yang pantas mendapatkan respons, bukan hanya dari kami, tapi juga dari negara lain.” Pernyataan ini memperkuat posisi AS dan tekanan diplomatik terhadap China.

China, sebagai importir minyak terbesar Iran dan sekutu penting Teheran bersama Rusia, berada dalam posisi yang krusial. Posisi China menjadi titik fokus tekanan internasional, mengingat ketergantungan ekonomi mereka terhadap Selat Hormuz.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran memperingatkan bahwa negaranya “menyimpan semua opsi untuk membela kedaulatannya” sebagai respons atas serangan udara AS. Parlemen Iran dilaporkan mendukung penutupan Selat Hormuz, meskipun keputusan akhir ada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Penutupan Selat Hormuz berpotensi menimbulkan dampak ekonomi global yang signifikan. Sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari (20% konsumsi global) melewati selat tersebut pada tahun 2024 menurut Administrasi Informasi Energi (EIA) AS. Goldman Sachs dan Rapidan Energy memperkirakan harga minyak bisa melampaui US$100 per barel jika penutupan berlangsung lama.

Namun, JPMorgan menilai risiko penutupan Selat Hormuz oleh Iran relatif rendah, karena tindakan tersebut bisa dianggap sebagai deklarasi perang oleh AS. Rubio sendiri menyebut penutupan selat tersebut sebagai “bunuh diri ekonomi” bagi Iran, karena ekspor minyak Iran juga melewati jalur yang sama.

Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, dengan kapasitas produksi 3,3 juta barel per hari. Bulan lalu, Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari, sebagian besar ke China (data Kpler). Sekitar setengah impor minyak mentah China yang diangkut laut berasal dari Teluk Persia.

Matt Smith, analis minyak utama di Kpler, menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz akan menjadi “luka yang dibuat sendiri,” karena menghentikan ekspor minyak mentah ke China, sumber pendapatan utama Iran. Hal ini semakin memperkuat argumentasi tekanan internasional.

Armada Kelima Angkatan Laut AS di Bahrain bertugas melindungi jalur perdagangan di Teluk Persia. Meskipun pasar minyak umumnya percaya bahwa Angkatan Laut AS akan mencegah penutupan Selat Hormuz, beberapa analis memperingatkan potensi meremehkan risiko.

Bob McNally, pendiri Rapidan Energy dan mantan penasihat energi Presiden George W. Bush, mengatakan gangguan pelayaran bisa berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan, lebih lama dari perkiraan pasar. AS mungkin akan menang, tetapi prosesnya tidak akan mudah.

Kesimpulannya, situasi di Selat Hormuz sangat sensitif dan berpotensi menimbulkan krisis global. Tekanan diplomatik kepada China, sebagai sekutu penting Iran, menjadi kunci untuk mencegah eskalasi konflik dan dampak ekonomi yang lebih luas.

Also Read

Tags

Topreneur