Amerika Serikat secara resmi bergabung dalam konflik yang melibatkan Israel dan Iran, melalui Operasi Midnight Hammer pada Minggu, 22 Juni. Serangan ini menandai eskalasi signifikan dalam ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Dalam operasi tersebut, AS mengerahkan tujuh pesawat pengebom siluman B-2 dan meluncurkan puluhan bom penghancur bunker, yang dikenal sebagai “bunker buster”, untuk menargetkan fasilitas nuklir Iran. Presiden Donald Trump menyebut operasi ini sebagai “operasi militer yang sangat berhasil”.
Target serangan adalah tiga situs nuklir bawah tanah di Iran. Informasi ini dikonfirmasi oleh CNN, yang melaporkan mengenai detail operasi tersebut. Trump sendiri menegaskan bahwa Iran harus mengakhiri konflik ini dan mengancam akan menghadapi “tragedi” yang belum pernah terjadi sebelumnya jika melakukan serangan balasan.
Detail Operasi Midnight Hammer
Jenderal Dan Caine, Kepala Staf Gabungan Militer AS, memberikan rincian lebih lanjut mengenai Operasi Midnight Hammer. Serangan dimulai sekitar pukul 02.10 dini hari waktu Iran, dengan pesawat pengebom B-2 menjatuhkan bom GBU-57 MOP ke target pertama di Fordow.
Pesawat-pesawat tersebut diterbangkan langsung dari daratan AS, dengan rute yang melewati Pasifik sebagai taktik pengalih perhatian. Strategi ini, menurut Caine, hanya diketahui oleh segelintir perencana dan pimpinan kunci di Washington dan Tampa.
Sebanyak 14 bom MOP dijatuhkan ke dua area sasaran nuklir lainnya. Serangan terakhir di Isfahan menggunakan rudal Tomahawk untuk memastikan kejutan tetap terjaga. Operasi ini melibatkan setidaknya 25 pesawat militer AS, puluhan pesawat tanker minyak, sebuah kapal selam rudal, dan setidaknya 75 artileri presisi.
Strategi dan Eksekusi
Menurut laporan News24online, Jenderal Caine menjelaskan bahwa AS menerapkan berbagai taktik pengelabuan, termasuk penggunaan umpan, selama operasi. Pesawat generasi ke-4 dan ke-5 bergerak lebih dulu untuk menghadapi potensi ancaman dari pesawat tempur Iran dan sistem pertahanan udara.
Operasi ini direncanakan dan dijalankan secara lintas domain dan wilayah, mendemonstrasikan kemampuan AS dalam memproyeksikan kekuatan global secara cepat dan tepat. Selama 18 jam penerbangan, pesawat-pesawat AS melakukan beberapa pengisian bahan bakar di udara.
Setelah memasuki wilayah udara Iran, pesawat B-2 bergabung dengan pesawat pengawal dan pendukung dalam manuver yang kompleks dan membutuhkan sinkronisasi lintas platform. Semua dilakukan dengan komunikasi minimal, menekankan pada superioritas kekuatan gabungan AS.
Reaksi Internasional dan Analisis
Operasi Midnight Hammer telah menimbulkan reaksi beragam di tingkat internasional. Ketegangan di Timur Tengah meningkat secara signifikan, dan potensi eskalasi konflik menjadi perhatian utama banyak negara. Penting untuk memantau perkembangan situasi dan dampak jangka panjang dari operasi ini terhadap stabilitas regional.
Beberapa ahli berpendapat bahwa operasi ini merupakan demonstrasi kekuatan AS dan upaya untuk mencegah program nuklir Iran. Namun, tindakan ini juga berpotensi memicu balasan dari Iran dan meningkatkan risiko konfrontasi militer yang lebih besar.
Operasi ini dipimpin oleh Komando Pusat AS (US Central Command) di bawah komando Jenderal Erik Kurilla. Keberhasilan operasi ini diklaim oleh AS, tetapi dampak jangka panjangnya terhadap dinamika geopolitik dan stabilitas regional masih perlu dikaji lebih lanjut.
Kesimpulannya, Operasi Midnight Hammer merupakan peristiwa penting yang telah mengubah lanskap geopolitik Timur Tengah. Dampak penuh dari operasi ini masih belum jelas, namun jelas menunjukkan peningkatan signifikan dalam ketegangan antara AS dan Iran.