Setelah Serangan Iran, AS Meminta Bantuan China Cegah Blokade Selat Hormuz

Redaksi

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, mendesak China untuk mencegah Iran menutup Selat Hormuz, jalur perdagangan minyak mentah vital dunia. Seruan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel, yang kini juga melibatkan serangan udara AS terhadap Iran.

Rubio, dalam wawancara dengan Fox News, menyatakan, “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk segera menghubungi mereka (Iran), karena China sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyaknya.” Ia menekankan bahwa AS memiliki berbagai opsi untuk menghadapi potensi penutupan selat tersebut.

Menurut Rubio, penutupan Selat Hormuz akan lebih merugikan ekonomi global, termasuk ekonomi China sendiri, daripada ekonomi AS. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai eskalasi besar yang membutuhkan respons internasional.

China merupakan importir minyak terbesar Iran, dan menjadi salah satu sekutu penting Teheran bersama Rusia. Ketergantungan China pada minyak Iran dan jalur Selat Hormuz menjadi landasan seruan Rubio untuk intervensi diplomatik Beijing.

Potensi Dampak Penutupan Selat Hormuz

Peringatan tentang penutupan Selat Hormuz muncul setelah Menteri Luar Negeri Iran menyatakan negaranya akan “menyimpan semua opsi untuk membela kedaulatannya” sebagai respons atas serangan udara AS. Parlemen Iran dilaporkan mendukung penutupan selat tersebut, meskipun keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Penutupan Selat Hormuz akan berdampak signifikan terhadap ekonomi global. Administrasi Informasi Energi (EIA) AS memperkirakan sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari (20% konsumsi global) melewati selat tersebut pada tahun 2024. Goldman Sachs dan Rapidan Energy memprediksi harga minyak bisa melonjak di atas US$100 per barel jika penutupan berlangsung lama.

Namun, JPMorgan menilai risiko penutupan penuh relatif rendah karena AS mungkin akan menganggapnya sebagai deklarasi perang. Rubio sendiri menyebut penutupan selat sebagai “bunuh diri ekonomi” bagi Iran, karena ekspor minyak Iran juga melalui jalur tersebut.

Analisis Pasar Minyak dan Peran AS

Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, dengan kapasitas produksi 3,3 juta barel per hari. Bulan lalu, Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari, sebagian besar ke China. Sekitar separuh impor minyak mentah China yang diangkut melalui laut berasal dari Teluk Persia.

Matt Smith, analis minyak Kpler, menyatakan bahwa menutup selat berarti menghentikan ekspor minyak mentah Iran ke China, yang akan mematikan sumber pendapatan utama mereka. Armada Kelima Angkatan Laut AS, yang berbasis di Bahrain, bertanggung jawab untuk melindungi jalur perdagangan maritim di Teluk Persia.

Meskipun pelaku pasar minyak umumnya percaya bahwa Angkatan Laut AS akan mencegah penutupan Selat Hormuz, beberapa analis memperingatkan adanya potensi underestimation risiko. Bob McNally, pendiri Rapidan Energy, memperingatkan bahwa gangguan pelayaran bisa berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan, bukan hanya hitungan jam atau hari.

McNally menambahkan bahwa AS mungkin akan menang pada akhirnya, tetapi prosesnya tidak akan mudah. Ketegangan geopolitik yang tinggi ini akan terus dipantau secara ketat oleh pasar minyak dan komunitas internasional.

Situasi ini menonjolkan kompleksitas geopolitik di Timur Tengah dan dampaknya terhadap perekonomian global. Peran China sebagai mediator potensial dan kekuatan militer AS menjadi faktor kunci dalam menentukan perkembangan lebih lanjut.

Peristiwa ini juga menyoroti betapa rentannya jalur perdagangan energi global terhadap ketidakstabilan politik di kawasan yang sangat strategis ini. Respons internasional terhadap potensi tindakan Iran akan sangat menentukan perkembangan situasi ke depan.

Also Read

Tags

Topreneur