Perselisihan selama dua dekade terkait status kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemui titik terang. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan status administratif keempat pulau tersebut berdasarkan keputusan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Keputusan ini mengakhiri polemik panjang yang melibatkan Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Proses penetapan status ini, menurut Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, telah berlangsung lama dan melibatkan berbagai pihak.
Proses Panjang Penetapan Status Empat Pulau
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menjelaskan bahwa penetapan status administratif keempat pulau sebagai wilayah Sumatera Utara telah melalui proses yang panjang dan rumit.
Kedua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara, akhirnya sepakat menyerahkan keputusan kepada Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Hal ini dilakukan setelah berbagai upaya penyelesaian selama kurang lebih 20 tahun menemui jalan buntu.
Safrizal menekankan bahwa keputusan tersebut mengikat kedua belah pihak, sesuai kesepakatan awal untuk mematuhi keputusan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Keputusan ini diharapkan dapat menjadi solusi permanen atas perselisihan yang berkepanjangan.
Verifikasi dan Konfirmasi Data Pulau oleh Tim Nasional
Proses verifikasi dan penetapan status empat pulau bermula pada tahun 2008. Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, yang beranggotakan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah, melakukan verifikasi pulau-pulau di Indonesia.
Saat melakukan verifikasi di Aceh pada tahun 2008, tim mencatat 260 pulau, namun keempat pulau yang disengketakan tidak termasuk dalam daftar tersebut. Konfirmasi ini diperoleh dari Gubernur Aceh saat itu pada tahun 2009.
Verifikasi di Sumatera Utara pada tahun yang sama, mencatat 213 pulau, termasuk keempat pulau yang disengketakan. Konfirmasi juga diperoleh dari Gubernur Sumatera Utara saat itu pada tahun 2009.
Perlu dicatat, terdapat perubahan nama dan koordinat beberapa pulau yang tercatat dalam proses verifikasi tersebut. Misalnya, Pulau Mangkir Besar semula bernama Pulau Rangit Besar, dan Pulau Mangkir Kecil semula bernama Pulau Rangit Kecil. Perubahan nama dan koordinat ini turut menjadi bagian dari proses verifikasi.
Ketetapan Kemendagri dan Reaksi Aceh
Berdasarkan hasil verifikasi dan konfirmasi tersebut, Kemendagri kemudian menerbitkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Ketetapan ini menetapkan bahwa Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah.
Ketetapan ini menimbulkan reaksi dari masyarakat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Mereka meminta agar keempat pulau tersebut dikembalikan ke Provinsi Aceh.
Pemerintah Pusat, melalui Kemendagri, menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk mencari solusi terbaik. Harapannya, kedua belah pihak dapat menerima keputusan yang telah ditetapkan.
Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi sendiri terdiri dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, LAPAN, Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten terkait.
Ke depannya, diharapkan adanya dialog konstruktif antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara untuk menyelesaikan masalah ini secara damai dan berlandaskan hukum. Keputusan yang telah ditetapkan merupakan hasil proses panjang dan diharapkan dapat mengakhiri perselisihan yang telah berlangsung lama.
Transparansi dan keterbukaan informasi dari pihak-pihak terkait akan sangat membantu menciptakan pemahaman publik yang lebih baik terhadap proses dan keputusan yang diambil. Proses ini juga menjadi pembelajaran berharga bagi pengelolaan dan penetapan batas wilayah di masa mendatang.