Stres Picu Hipertensi: Mengenal Dampak Psikologis pada Tekanan Darah

Redaksi

Stres dan kecemasan sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi). Banyak orang bertanya-tanya apakah pikiran yang terlalu banyak, yang memicu stres, benar-benar dapat menyebabkan hipertensi. Hubungan antara keduanya cukup kompleks dan memerlukan pemahaman lebih lanjut.

Stres, baik secara fisik maupun emosional, merupakan respons terhadap ancaman, tantangan, atau tuntutan yang menimbulkan tekanan. Namun, penting untuk membedakan antara stres positif (eustress), yang dapat memotivasi, dan stres negatif, yang jika berkepanjangan dapat merugikan kesehatan.

Hubungan Stres dan Tekanan Darah

Saat stres, tubuh melepaskan hormon adrenalin, kortisol, dan norepinefrin. Hormon-hormon ini meningkatkan detak jantung dan kontraksi otot jantung. Pembuluh darah yang menuju jantung melebar, meningkatkan aliran darah dan, akibatnya, tekanan darah.

Kortisol, khususnya, juga meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula darah yang tinggi dalam jangka panjang dapat menyebabkan kekakuan pembuluh darah, yang selanjutnya berkontribusi pada peningkatan tekanan darah. Respons ini normal jika bersifat sementara dan tekanan darah kembali normal setelah penyebab stres hilang.

Hubungan Stres dan Hipertensi

Stres sementara tidak menyebabkan hipertensi. Namun, stres kronis atau berkepanjangan berbeda. Sebuah studi di *Journal of Epidemiology and Public Health* (2022) menunjukkan bahwa orang dewasa dengan stres berat memiliki risiko hipertensi 1,66 kali lebih tinggi dibanding mereka yang stresnya rendah.

Risiko ini meningkat jika ada beberapa faktor stres, seperti pekerjaan yang berat, lingkungan sosial yang tidak mendukung, dan kurang tidur. Stres juga dapat memicu kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, dan pola makan yang tidak sehat—semuanya merupakan faktor risiko hipertensi, terutama hipertensi esensial.

Beberapa obat penenang, seperti antidepresan SNRI, juga dapat meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, konsumsi obat-obatan tersebut harus selalu sesuai resep dokter. Kerusakan pembuluh darah akibat stres kronis membuat jantung bekerja lebih keras, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hipertensi.

Gejala hipertensi meliputi sakit kepala, nyeri dada, dan gejala lainnya. Jika Anda mengalami gejala-gejala ini, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Cara Mencegah Hipertensi Akibat Stres

Stres kronis dan kerusakan pembuluh darah yang diakibatkannya meningkatkan risiko komplikasi hipertensi serius, termasuk penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke. Oleh karena itu, mengelola stres sangat penting.

Untuk mengatasi stres ringan, cobalah beberapa metode berikut:

  • Berbagi perasaan dan beban dengan orang terdekat yang terpercaya.
  • Olahraga teratur minimal 30 menit per hari.
  • Melakukan kegiatan yang menyenangkan, seperti mendengarkan musik, menulis jurnal, atau menonton film.
  • Mengonsumsi makanan bergizi kaya magnesium dan vitamin B.
  • Menerapkan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, dan mindfulness.
  • Selain metode di atas, gaya hidup sehat secara keseluruhan sangat penting untuk mencegah hipertensi. Jika stres sudah menyebabkan hipertensi, konsultasi dengan psikolog atau psikiater mungkin diperlukan.

    Pengelolaan stres yang efektif sangat penting, karena jika tidak ditangani, tekanan darah tinggi dapat kambuh. Ingatlah poin-poin penting berikut:

  • Stres melepaskan hormon yang meningkatkan tekanan darah, tetapi kondisi ini seharusnya membaik ketika stres berkurang.
  • Stres kronis meningkatkan risiko hipertensi hingga 1,66 kali lipat.
  • Olahraga, berbagi perasaan, dan melakukan hobi membantu mengurangi risiko hipertensi akibat stres.
  • Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter untuk memastikan asupan nutrisi Anda sudah tepat. Perhatikan pola makan dan gaya hidup sehat untuk menjaga kesehatan jantung dan tekanan darah Anda.

    Also Read

    Tags

    Topreneur
    Exit mobile version