Topreneur – Rencana penerapan tiket KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk memastikan subsidi Public Service Obligation (PSO) tepat sasaran, berpotensi membuat kelas menengah semakin terjepit.
Kebijakan ini akan membatasi subsidi tiket KRL, berbeda dengan sistem yang berlaku saat ini. Meskipun masih dalam tahap pembahasan, pemerintah terlihat serius untuk melanjutkan kebijakan tersebut, namun mekanisme pelaksanaannya masih belum jelas.
Perbandingan subsidi KRL dengan subsidi lainnya berdasarkan laporan Tahunan Commuter Line 2022 menunjukkan bahwa subsidi PSO untuk KRL hanya mencapai Rp1,4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan subsidi BBM dan LPG (Rp115 triliun), listrik (Rp56,1 triliun), dan pupuk (Rp25,3 triliun).
Bahkan, proporsi subsidi KRL terhadap total belanja pemerintah pusat terus menurun, menunjukkan bahwa beban subsidi untuk KRL semakin mengecil.
Pengguna KRL yang tidak memenuhi kriteria penerima subsidi nantinya harus membayar tarif yang lebih tinggi. Kenaikan biaya transportasi ini akan mempengaruhi kesejahteraan mereka, khususnya dalam alokasi belanja kebutuhan lainnya.
Meski skema tarif baru belum diumumkan secara resmi, besar kemungkinan subsidi hanya akan diberikan kepada pengguna yang NIK-nya terdaftar sebagai penerima subsidi. Akibatnya, pengguna KRL dari kalangan berpenghasilan menengah diprediksi akan terdampak paling besar oleh kenaikan tarif ini.