Sebuah insiden penembakan yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter di El-Obeid, Sudan selatan, telah menewaskan sembilan warga sipil dan melukai 21 lainnya. Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 9 Maret 2025, dan merupakan eskalasi terbaru dalam konflik berdarah yang telah berlangsung sejak April 2023.
Menurut laporan AFP, kota El-Obeid, ibu kota negara bagian Kordofan Utara, menjadi sasaran serangan RSF. Sumber rumah sakit yang meminta anonimitas karena alasan keamanan, mengkonfirmasi jumlah korban tewas dan luka-luka. Awalnya dilaporkan 23 orang terluka, namun dua di antaranya meninggal dunia akibat luka-luka yang diderita.
Saksi mata melaporkan adanya pemboman hebat oleh RSF. Salah satu peluru bahkan menghantam sebuah bus umum yang sedang membawa penumpang. Serangan ini merupakan yang ketiga kalinya terjadi di wilayah utara dan timur dalam waktu berdekatan. Insiden ini semakin memperparah situasi kemanusiaan yang sudah sangat memprihatinkan di Sudan.
Konflik Sudan: Latar Belakang dan Dampak
Konflik antara tentara Sudan di bawah pimpinan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan RSF yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Daglo telah menghancurkan negara tersebut. Pertempuran sengit terjadi di berbagai wilayah, menyebabkan puluhan ribu korban jiwa dan jutaan pengungsi.
Perang saudara ini bermula dari perebutan kekuasaan antara kedua faksi militer. Meskipun terdapat upaya perundingan damai, namun belum membuahkan hasil yang signifikan. Keduanya saling bertikai memperebutkan wilayah strategis dan sumber daya. Hal ini telah menciptakan krisis kemanusiaan yang mengerikan, dengan kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan.
Dampak terhadap Penduduk Sipil
Penduduk sipil menjadi pihak yang paling menderita dalam konflik ini. Serangan-serangan brutal terhadap warga sipil, seperti penembakan di El-Obeid, bukanlah hal yang jarang terjadi. Rumah sakit kewalahan menangani korban luka-luka, sementara akses ke bantuan kemanusiaan seringkali terhambat oleh pertempuran.
Krisis kemanusiaan di Sudan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Lebih dari 12 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka, baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak dari mereka yang menghadapi kelaparan dan kekurangan akses terhadap kebutuhan dasar. PBB dan organisasi bantuan kemanusiaan lainnya telah berupaya untuk memberikan bantuan, tetapi masih jauh dari mencukupi.
Perkembangan Terkini dan Prospek Masa Depan
Bulan lalu, tentara berhasil menghentikan pengepungan RSF di El-Obeid yang berlangsung hampir dua tahun. El-Obeid merupakan kota penting yang menghubungkan Khartoum dengan Darfur. Namun, pertempuran masih terus terjadi di berbagai wilayah lainnya di Sudan.
RSF telah berhasil menguasai hampir seluruh Darfur, sementara tentara mengendalikan wilayah utara dan timur. Keadaan ini menunjukkan bahwa konflik masih jauh dari berakhir. Perlu adanya upaya internasional yang lebih intensif untuk menyelesaikan konflik ini dan membantu rakyat Sudan yang menderita.
Perang ini telah mengakibatkan kerugian besar bagi Sudan, baik secara ekonomi maupun sosial. Rekonstruksi dan pemulihan pasca konflik akan membutuhkan waktu dan sumber daya yang sangat besar. Upaya perdamaian yang komprehensif dan berkelanjutan menjadi kunci untuk mencegah lebih banyak penderitaan dan untuk membangun kembali Sudan.
Pernyataan “Perang tersebut, yang mempertemukan kepala tentara Abdel Fattah al-Burhan dengan mantan wakilnya, komandan RSF Mohamed Hamdan Daglo, telah merenggut puluhan ribu nyawa, mengusir lebih dari 12 juta orang, dan menciptakan krisis kelaparan dan pengungsian terbesar di dunia,” merupakan gambaran nyata dari dampak buruk konflik ini.
Untuk masa depan Sudan, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk mengakhiri kekerasan, menyelesaikan perselisihan melalui dialog damai, dan membangun kembali kepercayaan antara berbagai kelompok masyarakat.