Uni Eropa kembali menyelidiki TikTok terkait penyimpanan data pengguna di server China. Ini bukan kali pertama platform video pendek tersebut bermasalah dengan regulator Eropa. Sebelumnya, TikTok telah didenda 530 juta Euro (lebih dari Rp 10 triliun) karena melanggar regulasi perlindungan data.
Temuan baru ini semakin memperkuat kecurigaan bahwa TikTok belum sepenuhnya transparan dalam pengelolaan data pengguna Eropa. Penyelidikan terbaru ini menandai babak baru dalam pengawasan ketat terhadap praktik transfer dan penyimpanan data TikTok lintas negara.
Klaim Data yang Dipertanyakan
Komisi Perlindungan Data Irlandia (DPC) telah membuka penyelidikan baru setelah TikTok mengakui sebagian data pengguna dari Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) disimpan di server China.
Pengakuan ini bertolak belakang dengan pernyataan TikTok sebelumnya pada April 2025, saat DPC menyelesaikan investigasi terkait penyimpanan data pengguna EEA. Saat itu, TikTok menyangkal menyimpan data di China, hanya mengakui akses staf China terhadap data tersebut.
DPC menjatuhkan denda 530 juta Euro atas hasil investigasi awal. Namun, pengakuan baru TikTok soal penyimpanan data di server China memicu kecurigaan adanya informasi yang disembunyikan.
TikTok mengaku hanya “jumlah terbatas” data pengguna EEA yang disimpan di server China, yang telah dihapus pada Februari 2025. Informasi ini baru diungkap belakangan.
Pelanggaran GDPR dan Ancaman Bagi TikTok
Pernyataan TikTok yang kontradiktif dengan bukti-bukti sebelumnya mendorong DPC untuk membuka kasus baru.
Penyelidikan ini akan meneliti kemungkinan pelanggaran General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa. GDPR merupakan regulasi ketat tentang perlindungan data pribadi warga Uni Eropa.
DPC merupakan regulator utama TikTok di Eropa karena TikTok memiliki kantor pusat Eropa di Irlandia. Lembaga ini dikenal aktif menyelidiki praktik data perusahaan teknologi besar, termasuk Meta dan Google.
Imbas Potensial dan Langkah TikTok Selanjutnya
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi intervensi pemerintah China dalam TikTok. ByteDance, induk perusahaan TikTok, berbasis di Beijing.
Penyelidikan ini merupakan pukulan bagi TikTok yang sedang berupaya memperbaiki citra dan membangun kembali kepercayaan publik dan regulator.
TikTok sebelumnya telah mengumumkan rencana membangun pusat data baru di Eropa untuk meningkatkan transparansi. Namun, penyelidikan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen TikTok terhadap transparansi data.
Hingga saat ini, TikTok belum memberikan pernyataan resmi. Hasil penyelidikan ini berpotensi berdampak besar pada operasional TikTok di Eropa.
Potensi denda tambahan dan pembatasan operasional lainnya mengancam keberlangsungan TikTok di pasar Eropa yang penting.
Kejadian ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas perusahaan teknologi dalam melindungi data pengguna. Kepercayaan publik sangat penting, dan pelanggaran terhadap privasi data dapat berdampak serius bagi reputasi dan keberlanjutan bisnis sebuah perusahaan teknologi besar.