UU Telekomunikasi Kuno: Google Rajai, Pelaku Lain Rugi Besar?

Redaksi

UU Telekomunikasi Kuno: Google Rajai, Pelaku Lain Rugi Besar?
Sumber: Detik.com

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dinilai sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Pemerintah didesak untuk merevisi UU tersebut agar industri telekomunikasi dalam negeri dapat berkembang secara berkelanjutan.

Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menekankan bahwa definisi telekomunikasi saat ini jauh lebih luas daripada hanya layanan telepon konvensional.

Definisi Telekomunikasi yang Mengembang

Wakil Ketua ATSI, Merza Fachys, menjelaskan bahwa layanan telepon melalui aplikasi menimbulkan pertanyaan mengenai klasifikasinya sebagai layanan telekomunikasi. UU yang masih mengacu pada transmisi suara dari titik A ke B sudah tidak relevan lagi.

Layanan *over the top* (OTT) beroperasi tanpa terikat regulasi yang sama ketat dengan penyelenggara telekomunikasi tradisional. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan karena penyelenggara telekomunikasi konvensional masih terbebani oleh kewajiban kualitas layanan (QoS) yang ketat, sementara layanan OTT tidak.

Ketidakseimbangan Regulasi dan Perkembangan Teknologi

UU Telekomunikasi saat ini membagi pelaku industri menjadi dua: penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa.

Munculnya penyelenggara digital menciptakan ketidakseimbangan. Mereka tidak tercakup dalam regulasi yang ada dan terbebas dari kewajiban yang dibebankan pada penyelenggara jaringan dan jasa.

Desakan Revisi UU Telekomunikasi

ATSI meminta pemerintah untuk mendefinisikan layanan digital secara jelas dalam kerangka hukum yang baru.

Revisi UU Telekomunikasi yang sudah berusia 16 tahun ini dianggap sangat mendesak. Hal ini untuk menciptakan lapangan bermain yang adil dan meratakan beban regulasi bagi semua pelaku industri.

Merza Fachys menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh pelaku telekomunikasi konvensional yang masih terbebani kewajiban lama, sementara pemain baru di industri digital menikmati kebebasan tanpa kewajiban yang sebanding.

Diskusi dan revisi UU Telekomunikasi dianggap penting untuk menciptakan ekosistem industri yang sehat dan berkelanjutan. Perumusan ulang regulasi yang adil dan komprehensif diharapkan dapat mendorong inovasi dan perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia.

Pemerintah perlu segera merespon desakan dari ATSI ini. Revisi UU Telekomunikasi akan memastikan industri telekomunikasi di Indonesia tetap kompetitif dan mampu menghadapi tantangan perkembangan teknologi yang dinamis.

Dengan revisi yang tepat, diharapkan akan tercipta ekosistem yang lebih seimbang dan berkelanjutan, memberikan kesempatan yang setara bagi semua pemain di industri digital Indonesia, dan memastikan perkembangan industri telekomunikasi nasional secara optimal.

Kesimpulannya, revisi UU Telekomunikasi bukan sekadar pembaruan regulasi, melainkan kunci untuk menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan mendorong inovasi di sektor telekomunikasi Indonesia.

Also Read

Tags

Topreneur