Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyoroti pentingnya antisipasi pasca puncak ibadah haji. Ia mengingatkan bahwa periode ini justru menjadi titik krusial, karena kelelahan fisik dan psikis jamaah, terutama lansia dan penyandang disabilitas, meningkat signifikan.
Kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan, bahkan hingga mengancam jiwa. Oleh karena itu, persiapan dan penanganan yang matang sangat diperlukan untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan seluruh jamaah.
Titik Krusial Pasca Puncak Haji: Kelelahan dan Kerentanan Jamaah
Selly menekankan bahwa fase pasca puncak haji, setelah pelaksanaan ibadah puncak di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, membutuhkan perhatian ekstra. Banyak jamaah, khususnya lansia dan penyandang disabilitas, mengalami kelelahan fisik dan psikis.
Mereka rentan mengalami gangguan psikis akibat terpisah dari keluarga atau pendamping. Kondisi ini memerlukan penanganan khusus dan antisipasi yang cermat dari pihak penyelenggara haji.
Kementerian Agama (Kemenag) perlu menyiapkan skenario teknis yang terstruktur untuk menangani situasi ini. Kurangnya mitigasi risiko dapat berdampak fatal, meningkatkan angka kematian dan gangguan kesehatan jamaah.
Tidak hanya lansia dan disabilitas, jamaah lain yang membantu mereka juga berisiko terdampak. Oleh karena itu, antisipasi menyeluruh sangat penting.
Pentingnya Komunikasi Efektif Antar Pihak Penyelenggara Haji
Selain aspek kesehatan, Selly juga menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif antara berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji.
Ia menilai masih sering terjadi miskomunikasi, terutama antara syarikah, Kemenag, dan petugas lapangan. Informasi seringkali hanya berhenti di tingkat pusat dan tidak sampai ke petugas teknis.
Hal ini berpotensi menimbulkan masalah serius, seperti kasus jamaah diturunkan di tengah jalan. Situasi ini sangat memprihatinkan dan perlu segera diatasi.
Keberhasilan penyelenggaraan haji tidak hanya dilihat dari kelancaran puncak ibadah, tetapi juga keselamatan dan kenyamanan jamaah hingga akhir perjalanan. Sistem komunikasi dan koordinasi lapangan harus efektif dan mencegah kebingungan.
Muzdalifah “Clear”, Seluruh Jamaah Haji Menuju Mina
Pada Jumat, 6 Juni 2025 (10 Zulhijjah 1446 H), seluruh jamaah haji Indonesia telah meninggalkan Muzdalifah menuju Mina.
Kepala Bidang Pelindungan Jemaah PPIH Arab Saudi, Harun Al Rasyid, menyatakan Muzdalifah “clear” pukul 09.40 WAS. Semua jamaah telah berhasil menuju Mina untuk melanjutkan rangkaian ibadah haji.
Sebelumnya, jamaah telah menyelesaikan prosesi Wukuf di Arafah pada 9 Zulhijjah (5 Juni 2025). Mereka kemudian bermalam di Muzdalifah sebelum menuju Mina.
Di Mina, jamaah akan melaksanakan lontar jumrah, dengan lontar jumrah Aqabah pada 10 Zulhijjah dan dilanjutkan dengan jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada hari-hari tasyrik.
Wukuf di Arafah Selesai, Tahapan Selanjutnya Menuju Pemulangan
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, mengumumkan selesainya tahapan Wukuf di Arafah.
Seluruh jamaah haji Indonesia telah diberangkatkan dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina pada pukul 03.30 dini hari waktu setempat.
Setelah menyelesaikan lontar jumrah di Mina, jamaah yang mengambil nafar awal akan kembali ke Mekkah pada 12 Zulhijjah, sementara yang mengambil nafar tsani pada 13 Zulhijjah.
Dengan selesainya tahapan Wukuf di Arafah, tahapan puncak haji telah berakhir. Fokus selanjutnya adalah memastikan kepulangan jamaah dengan selamat dan lancar.
Kesimpulannya, perhatian yang besar tidak hanya perlu diberikan pada puncak haji, tetapi juga pasca puncak haji. Koordinasi yang efektif dan antisipasi yang matang terhadap potensi masalah kesehatan dan komunikasi, menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji yang aman dan nyaman bagi seluruh jamaah.