Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini menyoroti aktivitas pertambangan di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kabupaten Cirebon. Lokasi tambang ini ternyata berada di lahan milik Perhutani, perusahaan BUMN pengelola hutan, yang disewakan untuk kegiatan pertambangan.
Penemuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan pemanfaatan lahan negara. Dedi Mulyadi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tren alih fungsi lahan hutan menjadi area pertambangan.
Perhutani dan Kontroversi Sewa Lahan Tambang
Menurut Gubernur Dedi Mulyadi, lahan seluas 30 hektare di Gunung Kuda disewakan Perhutani kepada tiga yayasan yang mengelola tambang batuan di lokasi tersebut.
Ia berencana memanggil pihak Perhutani untuk meminta klarifikasi terkait hal ini. Perhutani, sebagai perusahaan negara yang seharusnya mengelola hutan, dinilai telah menyimpang dari tugas utamanya.
Dedi Mulyadi menegaskan perlunya investigasi mendalam terhadap praktik ini. Ia menekankan bahwa Perhutani harus bertanggung jawab atas pengelolaan aset negara di bawah pengawasannya.
Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Tambang: Sebuah Tren yang Mengkhawatirkan
Gubernur Jawa Barat mengamati tren yang mengkhawatirkan, yaitu banyaknya lahan Perhutani yang beralih fungsi menjadi area pertambangan.
Hal ini dianggapnya sebagai penyimpangan yang serius dan perlu ditangani segera. Perusahaan BUMN seharusnya menjadi contoh dalam pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
Dedi Mulyadi mempertanyakan pengawasan dan mekanisme persewaan lahan Perhutani. Ia mendesak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pengalihan fungsi lahan.
Langkah-langkah Pemulihan dan Pencegahan di Masa Mendatang
Sebagai tindak lanjut, Dedi Mulyadi berencana memanggil Perhutani dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Cirebon untuk membahas masalah ini.
Ia juga menginstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon untuk mengubah tata ruang kawasan tambang Gunung Kuda menjadi kawasan hutan kembali.
Proses perubahan tata ruang ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi lahan sesuai dengan peruntukannya dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Selain itu, Dedi Mulyadi menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan perizinan pertambangan di Jawa Barat. Tujuannya adalah untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Perlu adanya mekanisme yang lebih ketat untuk mencegah alih fungsi lahan hutan menjadi area pertambangan tanpa pertimbangan lingkungan yang matang. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
Kejadian di Gunung Kuda ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait. Pemanfaatan sumber daya alam harus seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan.
Dengan mengembalikan kawasan tambang menjadi hutan, diharapkan dapat memulihkan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut. Upaya ini juga sebagai bentuk komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Langkah tegas dan terukur perlu segera diambil untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini.
Kesimpulannya, kasus tambang Gunung Kuda menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan lahan negara, khususnya lahan milik Perhutani. Peristiwa ini menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam dan mengedepankan prinsip keberlanjutan lingkungan.