Topreneur – Pengamat politik Ray Rangkuti melihat gelisah yang terpancar dari Presiden Joko Widodo menjelang akhir masa jabatannya. Menurutnya, ini adalah kali pertama dalam sejarah politik Indonesia di mana seorang calon mantan presiden terlihat sangat gelisah menjelang berakhirnya masa jabatannya.
"Manuver-manuver yang dilakukan Jokowi tampaknya tidak lagi dalam kerangka kebangsaan yang besar, melainkan lebih kepada upaya menutup satu lubang, tetapi kemudian muncul lubang lain yang harus ditangani. Ini seolah menjadi siklus yang tidak pernah berhenti," kata Rangkuti dalam acara ILC, Sabtu (12/10/2024).
Rangkuti menunjuk beberapa faktor yang menjadi penyebab kegelisahan Jokowi. Pertama, persoalan yang terus bermunculan dan bertumpuk di ujung pemerintahan Jokowi menciptakan situasi yang cukup unik dan berbeda dibandingkan transisi kekuasaan sebelumnya. Kedua, Presiden Jokowi justru menghadapi tuntutan dari sejumlah pihak untuk diadili sebelum masa jabatannya berakhir. Ini menjadi pertanda bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi menurun signifikan di penghujung kekuasaan.
Ketiga, Presiden Jokowi telah meminta maaf kepada masyarakat hingga delapan kali selama masa jabatannya. Namun, alih-alih meredam kritik atau ketidakpuasan publik, permintaan maaf tersebut tampaknya tidak berhasil menurunkan tensi politik dan sosial. "Kenapa permintaan maaf itu tidak mendapatkan respons positif? Karena masyarakat menilai permintaan maaf tersebut lebih sebagai basa-basi politik tanpa tindakan konkret yang diharapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada," jelas Rangkuti.