Kisah Inspiratif: Difabel Pantura Kuasai Skill, Raih Ekonomi Mandiri

Redaksi

Kisah Inspiratif: Difabel Pantura Kuasai Skill, Raih Ekonomi Mandiri
Sumber: Detik.com

Kesetaraan kesempatan, khususnya bagi penyandang disabilitas, merupakan prinsip penting dalam pembangunan berkelanjutan. Agenda 2030 PBB menekankan komitmen untuk “tidak meninggalkan seorang pun” (“leaving no one behind”), mencakup upaya pemberantasan kemiskinan dan penghapusan diskriminasi.

Di Pekalongan, Jawa Tengah, detikEdu menyaksikan bagaimana prinsip tersebut diwujudkan. Sejumlah siswa disabilitas dari sekolah luar biasa menunjukkan kreativitas mereka dalam membatik di Rumah Batik PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Tahap Demi Tahap Membatik: Sebuah Proses yang Menawan

Pada Selasa (13/5/2025), detikEdu bersama sejumlah jurnalis mengikuti program Journalism Fellowship on CSR 2025 yang diselenggarakan oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Kami menyaksikan langsung proses pembuatan batik di Pekalongan.

Suasana gerah Pekalongan tak menyurutkan semangat siswa-siswi disabilitas. Mereka fokus menciptakan karya batik, meski prosesnya membutuhkan ketekunan tinggi.

Terdapat dua metode membatik: cap dan tulis. Batik tulis jauh lebih memakan waktu, bahkan bisa mencapai tujuh hari untuk satu lembar kain.

Proses batik tulis diawali dengan pembuatan desain, kini banyak dibantu teknologi digital. Setelahnya, proses pelekatan lilin dilakukan. Lilin diaplikasikan dengan dua cara: tulis (menggunakan canting) dan cap (menggunakan stempel).

Pelekatan lilin tulis membutuhkan ketelitian ekstrem. Satu titik saja membutuhkan satu goresan canting. Inilah yang membuat proses batik tulis sangat memakan waktu.

Setelah pelekatan lilin, kain diberi warna, baik sebagian (colet, menggunakan kuas) maupun menyeluruh. Lilin kembali diaplikasikan untuk melindungi motif tertentu sebelum proses pewarnaan berikutnya.

Proses terakhir adalah penghilangan lilin dengan merebus kain dan menambahkan alkali. Bahkan, pembuatan pewarna alami saja membutuhkan waktu yang signifikan.

Pewarna alami diperoleh dari bahan-bahan seperti daun ketapang dan daun indigofera, namun tidak semua dedaunan bisa digunakan karena tidak semua menghasilkan pasta yang tepat.

Di sisi lain, terlihat seorang siswa laki-laki fokus menempelkan cap pada kain. Faisal, trainer membatik, menjelaskan bahwa batik cap umumnya dilakukan laki-laki karena alatnya yang berat.

Cap batik terbuat dari kayu atau tembaga (lebih baik karena hantaran panasnya). Mencoba membatik cap pun tak semudah yang dibayangkan; sedikit saja kelamaan mengangkat cap, motif akan terlihat tidak rapi.

Faisal, trainer membatik di Rumah Batik TBIG menjelaskan proses membatik pada Selasa (13/5/2025).

Remaja Disabilitas: Pelestari Budaya dan Ketekunan

Para siswa di Rumah Batik TBIG terdiri dari penyandang disabilitas tuli dan hambatan berpikir. Faisal menyebutkan, salah satu siswa dengan hambatan berpikir berperan sebagai komunikator bagi teman-temannya yang tuli.

Program Inkubasi Membatik: Sebuah Peluang yang Berharga

Para siswa mengikuti program inkubasi membatik ini setelah sekolah, tiga hingga empat kali seminggu. Program ini bekerja sama dengan sekolah dan guru trainer difabel yang juga mengajar di SLB setempat.

Program inkubasi bertujuan membantu siswa disabilitas memproduksi batik yang kemudian dijual melalui Koperasi Bangun Bersama (KBB) yang diinisiasi TBIG. Beberapa siswa bahkan telah mendapatkan bantuan permodalan dari KBB.

Program ini gratis dan memiliki kuota terbatas (30 orang untuk kelas reguler, 5-6 orang untuk kelas difabel). Pendaftaran dilakukan dua kali dalam setahun, dengan dua semester program (Oktober-Maret dan April-Oktober).

Tidak ada kelas online karena praktik langsung sangat penting. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui pesan langsung Instagram Rumah Batik TBIG.

SIswa-siswi disabilitas program inkubasi membatik di Rumah Batik TBIG mengajari awak media sejumlah bahasa isyarat pada Selasa (13/5/2025).

Inisiatif Rumah Batik TBIG menunjukkan bagaimana pemberdayaan ekonomi dapat dipadukan dengan prinsip inklusi. Melalui pelatihan dan kesempatan berwirausaha, para siswa disabilitas tidak hanya mengembangkan keterampilan, tetapi juga berkontribusi dalam pelestarian budaya batik Indonesia. Program ini menjadi contoh nyata bagaimana komitmen terhadap kesetaraan dapat diwujudkan dalam praktik.

Also Read

Tags

Topreneur