Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara. Peringatan ini merupakan bentuk penghormatan pemerintah atas jasa-jasa beliau bagi pendidikan Indonesia. Kiprahnya yang luar biasa dalam mencerdaskan bangsa telah mengukuhkan posisinya sebagai tokoh penting dalam sejarah pendidikan nasional.
Penetapan hari lahir Ki Hadjar Dewantara sebagai Hardiknas memiliki sejarahnya tersendiri. Pada 28 November 1959, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Kemudian, pada 16 Desember 1959, pemerintah resmi menetapkan hari lahirnya, 2 Mei, sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 316 Tahun 1959.
Biografi Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, mencurahkan hidupnya untuk pendidikan dan kemajuan bangsa. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta sebagai putra kelima dari Soeryaningrat, putra Paku Alam III. Kelahirannya dalam keluarga bangsawan membuatnya menyandang gelar Raden Mas (RM).
Pendidikan formal Ki Hadjar Dewantara diperoleh di lingkungan Istana Paku Alam. Selain itu, berdasarkan buku *Nalar Humanisme dalam Pendidikan: Belajar dari Ki Hadjar Dewantara dan Paulo Freire* karya Hepi Ikmal, beliau juga menempuh pendidikan di beberapa lembaga lain.
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan formal yang beliau tempuh antara lain: Europeesche Lagere School (ELS), Sekolah Dasar Belanda III; Kweekschool (Sekolah Guru) di Yogyakarta; dan School Tot Opvoeding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran di Jakarta. Pendidikan di STOVIA sayangnya tidak dapat diselesaikan karena sakit.
Ki Hadjar Dewantara dalam Perjuangan untuk Bangsa
Semangat nasionalisme Ki Hadjar Dewantara tidak hanya tercurah dalam dunia pendidikan. Beliau juga aktif sebagai jurnalis di berbagai surat kabar dan majalah, menjadikannya corong kritik sosial-politik terhadap penjajah. Beberapa media yang pernah beliau tulis diantaranya *Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer,* dan *Poesara*.
Pengabdiannya di dunia pendidikan mencapai puncaknya dengan pendirian Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Pendirian ini dilatarbelakangi oleh pengetahuan dan pengalaman yang didapat selama pengasingan di Belanda.
Beliau juga menunjukkan keberanian dalam melawan Undang-undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie, 1932). Undang-undang tersebut dinilai membatasi gerakan nasionalisme pendidikan Indonesia, dan akhirnya dicabut oleh pemerintah kolonial. Kegigihannya ini membuktikan komitmennya terhadap kemerdekaan pendidikan Indonesia.
Warisan Ki Hadjar Dewantara bagi Pendidikan Indonesia
Kiprah Ki Hadjar Dewantara tidak berhenti sampai di sana. Beliau bahkan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Indonesia. Kontribusinya yang monumental dalam membangun sistem pendidikan nasional hingga kini masih dirasakan manfaatnya.
Setelah mengabdikan diri sepenuhnya untuk bangsa dan negara, Ki Hadjar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta. Namun, semangat dan pemikiran beliau tetap abadi dan terus menginspirasi generasi penerus dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Kiprahnya sebagai Bapak Pendidikan Nasional menjadi warisan berharga yang harus terus dijaga dan dikenang. Pengorbanan dan dedikasi beliau menjadi teladan bagi para pendidik dalam menciptakan generasi emas Indonesia yang cerdas, berkarakter, dan berbudaya.