Evakuasi jenazah pendaki Gunung Saeng di Bondowoso, Jawa Timur, yang berlangsung selama 12 jam, diwarnai insiden kurang menyenangkan. Beberapa awak media dan anggota Tim SAR menjadi korban arogansi oknum polisi yang bertugas di lokasi.
Para jurnalis yang meliput kejadian tersebut mengalami perlakuan yang dinilai tidak profesional dan melanggar hukum pers.
Arogansi Oknum Polisi Hambat Liputan Evakuasi
Sejumlah wartawan mengeluhkan tindakan arogansi oknum polisi yang diduga berasal dari Polres Bondowoso. Mereka dilarang mengambil foto dan video proses evakuasi.
Larangan tersebut disampaikan dengan nada mengancam, bahkan disertai intimidasi berupa ancaman kekerasan menggunakan tongkat kayu.
Akibatnya, para jurnalis kesulitan mendapatkan materi peliputan yang cukup.
Bukan hanya wartawan yang menjadi sasaran. Seorang anggota Tim SAR bahkan didorong hingga terjatuh dan terluka.
Wartawan dan Tim SAR Menjadi Korban
Badrus Yudosuseno, fotografer LKBN Antara, mengungkapkan kekecewaannya. Ia merasa terhambat dalam menjalankan tugasnya karena tindakan arogansi tersebut.
Senada dengan Badrus, Tomy Iskandar, kontributor SCTV/Indosiar dan Ketua IJTI Wilayah Tapal Kuda, juga mengalami perlakuan serupa. Ia ditegur dan dilarang merekam video meskipun telah mengidentifikasi dirinya sebagai wartawan.
Tomy menambahkan bahwa tindakan oknum polisi tersebut telah melanggar Undang-Undang Pers.
Pelanggaran UU Pers dan Harapan Ke Depan
Tomy Iskandar secara tegas menyatakan bahwa tindakan oknum polisi tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal ini mengatur tentang larangan menghalangi tugas wartawan.
Ia berharap institusi kepolisian dapat memberikan perhatian serius terhadap insiden ini. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik dan kerja sama yang harmonis antara aparat penegak hukum dan media massa.
Proses evakuasi jenazah pendaki Gunung Saeng melibatkan berbagai pihak, termasuk Basarnas dan unsur lainnya. Liputan evakuasi ini melibatkan banyak media nasional, baik televisi maupun online, seperti SCTV, Kompas, Indosiar, RTV, dan JTV.
Insiden ini menjadi catatan penting tentang pentingnya penegakan hukum dan penghormatan terhadap profesi jurnalistik dalam meliput peristiwa penting seperti evakuasi ini. Diharapkan ke depannya, tidak terjadi lagi tindakan arogansi yang menghambat tugas jurnalis dalam menjalankan profesinya untuk memberikan informasi kepada publik.
Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya pelatihan dan pengawasan internal di tubuh kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang kembali.