Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menyoroti usulan Badan Gizi Nasional (BGN) terkait tambahan anggaran Rp 118 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia khawatir anggaran besar tersebut akan menjadi pemborosan jika hanya difokuskan pada distribusi makanan tanpa mengatasi akar permasalahan krisis gizi di Indonesia. Program MBG, menurutnya, perlu pendekatan yang lebih komprehensif.
Kritik DPR terhadap Tambahan Anggaran MBG
Yahya Zaini menekankan pentingnya mengatasi akar masalah krisis gizi, bukan hanya sekadar membagikan makanan. Rendahnya edukasi gizi sejak dini, akses terbatas pada pangan sehat di berbagai daerah, dan minimnya literasi nutrisi di sekolah menjadi faktor utama yang perlu dibenahi.
Program MBG, meskipun mulia, harus lebih dari sekadar proyek distribusi makanan massal. Anggaran yang besar harus diinvestasikan untuk mengubah pola konsumsi masyarakat, memperbaiki rantai pasok pangan lokal, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi seimbang.
Perlunya Pendekatan Holistik dalam Program MBG
Komisi IX DPR RI akan menelaah secara detail usulan tambahan anggaran BGN sebelum mengambil keputusan. Yahya Zaini menegaskan bahwa MBG harus menjadi program jangka panjang yang berdampak signifikan terhadap perbaikan gizi masyarakat.
Program ini tidak boleh hanya berfokus pada pembagian makanan. Ia harus menjadi tonggak reformasi menyeluruh terhadap sistem gizi nasional yang selama ini dinilai rapuh, terfragmentasi, dan berorientasi jangka pendek.
Integrasi Lintas Sektor dan Digitalisasi Pemantauan
Penguatan pertanian lokal berbasis komunitas dan pemberdayaan ibu rumah tangga dalam mengatur pola konsumsi rumah tangga yang bernutrisi perlu dilakukan. Integrasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini.
Digitalisasi pemantauan status gizi anak juga diusulkan untuk mengukur dampak program secara efektif. Dengan pemantauan yang terukur, program dapat disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan.
Usulan BGN dan Proyeksi Anggaran
BGN mengusulkan tambahan anggaran Rp 118 triliun untuk MBG di Rencana Anggaran 2026. Anggaran ini bertujuan untuk menjamin keberlanjutan program tersebut.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa pagu indikatif anggaran BGN tahun 2026 sebesar Rp 217 triliun diperkirakan hanya cukup membiayai MBG hingga akhir Agustus 2026. Dengan target 82,9 juta penerima manfaat, kebutuhan anggaran per bulan mencapai lebih dari Rp 25 triliun.
Implementasi MBG dipercepat mulai Agustus 2025 dengan bantuan tenaga dari 30.000 Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI). Target penerima manfaat pada Agustus 2025 adalah minimal 20 juta jiwa, dengan penyerapan anggaran sekitar Rp 7 triliun per bulan. Target ini akan ditingkatkan menjadi 40 juta penerima manfaat pada September 2025, dengan estimasi anggaran Rp 14 triliun per bulan.
Hanya menyalurkan anggaran besar tanpa reformasi sistemik akan mengulang pola bantuan pangan konvensional yang tak menyelesaikan masalah struktural. Indonesia membutuhkan perubahan pendekatan, dari sekadar ‘memberi makan’ menjadi ‘mendidik gizi’. Dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, program MBG dapat menjadi solusi nyata dalam mengatasi krisis gizi di Indonesia.