DPR Kritik Sekolah Demul: Gubernur Jawa Timur Diminta Bertanggung Jawab

Redaksi

DPR Kritik Sekolah Demul: Gubernur Jawa Timur Diminta Bertanggung Jawab
Sumber: CNNIndonesia.com

Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian, melontarkan kritik pedas terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait dua hal krusial dalam dunia pendidikan Jawa Barat. Kritik tersebut disampaikan langsung kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam rapat Komisi X DPR pada Rabu, 16 Juli. Poin penting yang dikritik adalah kebijakan jumlah siswa per kelas dan pelibatan TNI-Polri dalam Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Pertama, Hadrian mempertanyakan kebijakan Dedi Mulyadi yang membolehkan jumlah siswa hingga 50 orang dalam satu kelas. Ia merujuk pada Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 dan SK BSKAP Nomor 71 Tahun 2024 yang mengizinkan maksimal 36 siswa per kelas, dengan pengecualian 50 siswa untuk daerah tertentu. Hadrian mempertanyakan status Jawa Barat sebagai daerah khusus yang berhak atas pengecualian tersebut. Kebijakan ini, menurutnya, mengancam keberlangsungan sekolah-sekolah swasta yang sudah kesulitan akibat minimnya siswa.

Dampak langsung dari kebijakan ini sudah terlihat. Beberapa sekolah mengeluhkan kekurangan meja dan kursi. Walaupun Dedi Mulyadi menyatakan kesiapannya untuk menanggung biaya pengadaan dari kantong pribadi, Hadrian menekankan pentingnya kajian matang sebelum mengambil kebijakan pendidikan. Ia khawatir kebijakan ini berdampak negatif tidak hanya pada sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta yang merupakan pilar penting pendidikan di Indonesia. “Kita akuilah Pak Dedi ini kaya raya, tapi apa iya, jangan sampai kebijakan-kebijakan jangka pendek ini merugikan sekolah swasta hari ini. Ingat, sekolah swasta pejuang pendidikan,” tegas Hadrian.

Kritik Terhadap Kebijakan Jumlah Siswa Per Kelas

Hadrian mendesak Pemda Jabar untuk berkonsultasi dengan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, sebelum mengambil kebijakan yang berpotensi kontroversial dan berdampak jangka panjang. Ia mengingatkan pentingnya kesinambungan program pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan nasional. Kebijakan yang terkesan populis dan hanya berorientasi jangka pendek, menurutnya, justru merugikan sistem pendidikan secara keseluruhan.

Hadrian juga menyoroti kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat. Ketidakjelasan regulasi dan implementasi kebijakan yang kurang terencana berpotensi menimbulkan masalah baru di lapangan. Kurangnya antisipasi terhadap dampak kebijakan ini menunjukan kurangnya perencanaan yang matang dalam pengambilan keputusan.

Kritik Terhadap Pelibatan TNI-Polri dalam MPLS

Kritik kedua Hadrian tertuju pada pelibatan TNI-Polri dalam MPLS. Ia berpendapat bahwa pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan peran guru dalam kegiatan tersebut. Pelibatan aparat keamanan, menurutnya, menunjukkan kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan dan profesionalisme para guru. “Nah, ini juga harus menjadi catatan ini. Kalau sedikit-sedikit begitu, berarti kita tidak percaya dengan pendidik kita dengan guru guru kita,” ungkap Hadrian.

Hadrian khawatir pelibatan TNI-Polri dalam MPLS dapat berdampak negatif pada psikologis siswa. Suasana yang terkesan militeristik dapat menimbulkan rasa takut dan tekanan pada siswa baru yang seharusnya mendapatkan sambutan yang ramah dan mendukung. Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif bagi perkembangan siswa.

Ia menyarankan agar pemerintah daerah lebih fokus pada peningkatan kapasitas guru dalam membentuk karakter dan budi pekerti siswa. Para guru, menurutnya, memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut tanpa perlu melibatkan aparat keamanan. “Saya yakin guru-guru kita, pendidik kita memiliki kemampuan untuk pembelajaran karakter, budi pekerti,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Mendikdasmen Abdul Mu’ti enggan berkomentar dan meminta wartawan untuk menanyakan langsung kepada Gubernur Dedi Mulyadi. Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa pelibatan TNI-Polri dalam MPLS tahun ajaran 2025/2026 bertujuan untuk membentuk kedisiplinan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada siswa. MPLS akan dilaksanakan pada 14-19 Juli 2025.

Secara keseluruhan, kritik Hadrian menyoroti pentingnya perencanaan dan koordinasi yang matang dalam kebijakan pendidikan, serta perlunya kepercayaan pada kemampuan para pendidik dalam membentuk karakter siswa. Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan yang terkesan populis dan berpotensi merugikan sekolah swasta serta menciptakan lingkungan belajar yang kurang kondusif.

Also Read

Tags

Topreneur